Senin, 18 Juni 2012

Rumah Adat Sasak

BAGIAN PERTAMA
Bentuk, Fungsi dan Makna Rumah Sasak
Bagi masyarakat Sasak tradisional, rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.
Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.

Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.
Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.

Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.

Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal.

Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.

Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya.

Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.



Kosmologi: Ruang dan Waktu
Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.

Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

BAGIAN KEDUA
Pranata dan Ragam Rumah Suku Sasak
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk.
Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.

a. Bale Tani
Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang untuk kamar (dalem bale). Walaupun dalem bale merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi. Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut pawon.
Pondasi bale tani terbuat dari tanah, desain atapnya dengan sistem jurai yang terbuat dari alang-alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah, tingginya sekitar kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak menggunakan dinding. Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh karena itu untuk masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat tiga trap dengan pintu yang dinamakan lawang kuri.

b. Bale Jajar
Bale jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke atas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang bangunan bale jajar.
Bahan yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang saat ini, sudah mulai diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan bale jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam, bangunan seperti berugaq dengan tiang berjumlah enam.

c. Berugaq / Sekepat
Berugaq/sekepat mempunyai bentuk bujur sangkar tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani. Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40-50 cm di atas permukaan tanah. Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).

d. Sekenam
Sekenam bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam mempunyai mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

e. Bale Bonter
Bale bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para perkanggo/pejabat desa, dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale bonter dipergunakan sebagai temopat pesangkepan/persidangan adat, seperti tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya.
Bale bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.

f. Bale Beleq Bencingah
Bale beleq adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Bencingah.” Adapun upacara kerajaan yang biasa dilakukan di bale beleq diantaranya adalah:
  • Pelantikan pejabat kerajaan
  • Penobatan Putra Mahkota Kerajaan
  • Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan
  • Sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumen Kerajaan
g. Bale Tajuk
Bale tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale
tajuk berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.

h. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq
Selain jenis bangunan yang telah disebut di atas, jenis bangunan lain dibangun berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale gunung rate dan bale balaq. Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari bencana banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

Bangunan Pendukung
Selain bangunan-bangunan yang telah disebut di atas, masyarakat Sasak membuat bangunan-bangunan pendukung lainnya seperti sambi, alang, dan lombung.

a. Sambi
Sambi merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa macam bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi ini dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian, sedangkan bagian bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima tamu. Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga pada bagian bawahnya dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat duduk-duduk, berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu dan papan kayu.
Pada umumnya, sambi mempunyai empat, enam atau delapan tiang kayu. Sambi dengan enam tiang seringkali disebut ayung, karena pada bagian atasnya sering digunakan untuk tempat tidur. Bangunan sambi yang bertiang delapan terkadang disebut sambi jajar karena berbentuk memanjang. Semua sambi selalu dilengkapi dengan tangga untuk naik dan didalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.

b. Alang
Alang sama dengan lumbung, berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian. Hanya saja alang mempunyai bentuk yang khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan lengkungan kira-kira ¾ lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas. Konstruksi bawahnya menggunakan empat tiang yang ujung tiang bagian atasnya dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu). Bagian bawah bangunan alang biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat baik siang atau malam hari. Alang biasanya diletakkan di halaman belakang rumah atau dekat dengan kandang hewan.

c. Lumbung
Lumbung adalah tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek kulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.
Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah tinggal.
Di samping adanya bangunan pendukung, orang Sasak sangat memperhatikan tanaman yang ada di sekitarnya, karena mereka meyakini bahwa ada beberapa tanaman yang jika ditanam dapat mengundang malapetaka. Tanaman yang tidak boleh ditanam di sekitar rumah adat, antara lain pohon nangka, pohon sawo, pohon jambu air, pohon kelor, pohon kedondong, pohon ceremai, pohon johar, dan pohon maja.

Disusun Oleh: Sugi Lanus (dikutip dari www.sasak.org)

Sejarah Kerajaan Selaparang

Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok. Pusat kerajaan ini pada masa lampau berada di Selaparang (sering pula diucapkan dengan Seleparang), yang saat ini kurang lebih lebih berada di desa Selaparang, kecamatan Suela, Lombok Timur.

Sejujurnya minim sekali yang dapat diketahui tentang sejarah Kerajaan Selaparang, terutama sekali tentang awal mula berdirinya. Namun, tentu saja terdapat beberapa sumber objektif yang cukup dapat dipercaya. Salah satunya adalah kisah yang tercatat di dalam daun Lontar yang menyebutkan bahwa berdirinya Kerajaan Selaparang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari sejarah masuknya atau proses penyebaran agama Islam di Pulau Lombok.

Berdirinya Selaparang

Disebutkan di dalam daun Lontar tersebut bahwa agama Islam salah satunya (bukan satu-satunya) pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota Bagdad, Iraq, bernama Syaikh Sayyid Nururrasyid Ibnu Hajar al-Haitami. Masyarakat Pulau Lombok secara turun-temurun lebih mengenal beliau dengan sebutan Ghaos Abdul Razak. Nah, beliau inilah, selain sebagai penyebar agama Islam, dipercaya juga sebagai cikal bakal Sulthan-Sulthan dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Lombok. Namun selain beliau, Betara Tunggul Nala (disebut pula Nala Segara) diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di Pulau Lombok.

Betara Nala memiliki seorang putra bernama Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan yang bernama asli Sayyid Abdrurrahman. Beliau ini dikenal pula dengan nama Wali Nyatok. Ia disebut sebagai pendiri Kerajaan Kayangan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, ketinggian ilmu tarekatnya telah mendorongnya untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa Rambitan, Lombok Tengah, sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.[3] Wali Nyatok ini di Pulau Bali terkenal dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra. Adapun di Sumbawa terkenal dengan nama Tuan Semeru, sedangkan di Pulau Jawa beliau bernama Aji Duta Semu atau Pangeran Sangupati. Ia dikenal sebagai penyebar agama Islam, pun dianggap sebagai seorang Wali Allah. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tasawuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah Wayang, sebagaimana yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga. Adapun bentuk mistik Islam yang dibawanya merupakan kombinasi (sinkretisme) antara mistisme Islam (Sufisme) dengan salah satu ajaran filsafat Hindu, yaitu Advaita Vedanta.

Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaos Abdul Razak. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya beliau masuk ke Pulau Lombok. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa beliau datang ke Pulau Lombok untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an Hijriyah atau abad ke-13 Masehi (antara tahun 1201 hingga 1300 Masehi). Ghaos Abdul Razak mendarat di Lombok bagian utara yang disebut dengan Bayan. Beliaupun menetap dan berda'wah di sana. Beliau kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni Sayyid Umar, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Gunung Pujut, Sayyid Amir, yang kemudian menjadi datu Kerajaan Pejanggik, dan Syarifah Qomariah atau yang lebih terkenal dengan sebutan Dewi Anjani.

Kemudian Ghaos Abdul Razak menikah lagi dengan seorang putri dari Kerajaan Sasak yang melahirkan dua orang anak, ya'ni seorang putra bernama Sayyid Zulqarnain (dikenal juga dengan sebutan Syaikh 'Abdul Rahman) atau disebut pula dengan Ghaos 'Abdul Rahman, dan seorang putri bernama Syarifah Lathifah yang juluki pula dengan Denda Rabi'ah. Sayyid Zulqarnain inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Selaparang sekaligus pula sebagai Datu (raja) pertama dengan gelar Datu Selaparang atau Sulthan Rinjani.

Nah, sampai disini sudah terdapat dua versi, yakni antara Nala Segara (Betara Tunggul Nala) dan Ghaos Abdul Razak yang sama-sama dipercaya sebagai penyebar agama Islam, menjadi cikal bakal Sulthan-Sulthan Lombok dan pendiri Kerajaan Selaparang. Pertanyaan yang agak menggelitik kemudian adalah: Tidakkah keduanya memang orang yang sama? Tidakkah yang dimaksud sebagai Nala Segara itu sebagai Ghaos Abdul Razak, dan Wali Nyatok adalah Ghaos 'Abdul Rahman. Hal itu masih dimungkinkan mengingat pada masa dahulu seorang tokoh seringkali menggunakan nama-nama berbeda ditempat yang berbeda.

Kejayaan Selaparang

Kerajaan Selaparang tergolong kerajaan yang tangguh, baik di darat maupun di laut. Laskar lautnya telah berhasil mengusir Belanda yang hendak memasuki wilayah tersebut sekitar tahun 1667-1668 Masehi. Namun demikian, Kerajaan Selaparang harus rnerelakan salah satu wilayahnya dikuasai Belanda, yakni Pulau Sumbawa, karena lebih dahulu direbut sebelum terjadinya peperangan laut. Di samping itu, laskar lautnya pernah pula mematahkan serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Gelgel (Bali) dari arah barat. Selaparang pernah dua kali terlibat dalam pertempuran sengit melawan Kerajaan Gelgel, yakni sekitar tahun 1616 dan 1624 Masehi, akan tetapi kedua-duanya dapat ditumpas habis, dan tentara Gelgel dapat ditawan dalam jumlah yang cukup besar pula.

Setelah pertempuran sengit tersebut, Kerajaan Selaparang mulai menerapkan kebijaksanaan baru untuk membangun kerajaannya dengan memperkuat sektor agraris. Maka, pusat pemerintahan kerajaan kemudian dipindahkan agak ke pedalaman, di sebuah dataran perbukitan, tepat di desa Selaparang sekarang ini. Dari wilayah kota yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian, semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ibukota Kerajaan Selaparang inipun memiliki daerah bagian belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi, bertingkat-tingkat hingga ke hutan Lemor yang memiliki sumber mata air yang melimpah.[8]
Berbagai sumber menyebutkan, bahwa setelah dipindahkan, Kerajaan Selaparang mengalami kemajuan pesat. Sebuah sumber mengungkapkan, Kerajaan Selaparang dapat mengembangkan kekuasaannya hingga ke Sumbawa Barat. Disebutkan pula bahwa seorang raja muda bernama Sri Dadelanatha, dilantik dengan gelar Dewa Meraja di Sumbawa Barat karena saat itu (1630 Masehi) daerah ini juga masih termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa.[9]

Keruntuhan Selaparang

Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangga, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari bagian barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Pulau Bali) secara bergelombang, dan selanjutnya mendirikan koloni di kawasan Kota Mataram sekarang ini. Kekuatan itu kemudian secara berangsur-angsur tumbuh berkembang sehingga menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan yang berdiri sekitar tahun 1622 Masehi. Kerajaan ini berdiri lima tahun setelah serangan laut pertama Kerajaan Gelgel dari Bali Utara atau dua tahun sebelum serangan ke dua yang dapat ditumpas oleh laskar Kerajaan Selaparang. 
 
Namun, bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba adalah kekuatan asing, yakni Belanda, yang tentunya sewaktu-waktu dapat melakukan ekspansi militer. Kekuatan dan tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Oleh sebab itu, sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan laskar kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Dalam upaya menghadapi masalah yang baru tumbuh dari bagian barat itu yakni Kerajaan Gelgel, Kerajaan Mataram Karang Asem dan terutama sekali Belanda?maka secara tiba-tiba saja, salah seorang tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan bernama Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih paham dengan rajanya, raja Kerajaan Selaparang, soal posisi pasti perbatasan antara wilayah Kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Pada akhirnya Arya Banjar Getas beserta para pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan Selaparang dan bergabung dengan sebuah ekspedisi tentara Kerajaan Mataram Karang Asem (Bali) yang mana pada saat itu sudah berhasil mendarat di Lombok Barat. Kemudian atas segala taktiknya, Arya Banjar Getas menyusun rencana dengan pihak Kerajaan Mataram Karang Asem untuk bersama-sama menggempur Kerajaan Selaparang. Pada akhirnya, ekspedisi militer tersebut telah berhasil menaklukkan Kerajaan Selaparang. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1672 Masehi.

Sumber. www.wikipedia.org
 

Pernikahan Adat Sasak

Adat perkawinan pada masyarakat Lombok Timur dikaitkan dengan upacara adat sorong serah aji kerama. Seorang pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri berdasarkan adat dengan dua cara yaitu: pertama dengan soloh (meminang kepada keluarga si gadis); kedua dengan cara merariq (melarikan si gadis), Setelah salah satu cara sudah dilakukan, maka keluarga pria akan melakukan tata cara perkawinan sesuai adat Sasak.
Upacara perkawinan Lombok Timur sering dikaitkan dengan upacara adat perkawinan sorong serah aji kerama yang merupakan salah satu tradisi yang ada sejak zaman dahulu dan telah melekat dengan kuat serta utuh didalam tatanan kehidupan masyarakat suku Sasak Lombok Timur, bahkan beberapa kalangan masyarakat baik itu tokoh agama dan tokoh masyarakat adat itu sendiri menyatakan bahwa jika tidak melaksanakan upacara adat ini akan menjadi aib bagi keluarga dan masyarakat setempat.
Sorong serah berasal dari kata sorong yang berarti mendorong dan serah yang berarti menyerahkan, jadi sorong serah merupakan suatu pernyataan persetujuan kedua belah pihak baik dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki dalam prosesi suatu perkawinan antara terune (jejaka) dan dedare (gadis).
Upacara sorong serah ini merupakan salah satu rangkaian upacara terpenting pada prosesi perkawinan adat Sasak di Lombok Timur. Adapun prosesi perkawinan secara lengkap adalah sebagai berikut:
  1. Mesejati
    Mengandung arti bahwa dari pihak laki-laki mengutus beberapa orang tokoh masyarakat setempat atau tokoh adat untuk melaporkan kepada kepala desa atau keliang/kepala dusun untuk mempermaklumkan mengenai perkawinan tersebut tentang jati diri calon pengantin laki-laki dan selanjutnya melaporkan kepada pihak keluarga perempuan.
  2. Selabar
    Mengandung maksud untuk mempermaklumkan kepada pihak keluarga calon pengantin perempuan yang ditindaklanjuti dengan pembicaraan adat istiadatnya meliputi aji kerama yang terdiri dari nilai-nilai 33-66-100 dengan dasar penilaian uang kepeng bolong atau kepeng jamaq, bahkan kadang-kadang acara selabar ini dirangkaikan dengan permintaan wali sekaligus.
  3. Mengambil Wali
    Yang dimaksud dengan mengambil wali adalah mengambil wali dari pihak perempuan bisa langsung pada saat selabar atau beberapa hari setelah pelaksanaan selabar dan hal ini tergantung dari kesepakatan dua belah pihak (kapisuka)
  4. Mengambil Janji
    Dalam pelaksanaan mengambil janji ini adalah membicarakan seputar sorong serah dan aji kerama sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di dalam desa atau kampung asal calon mempelai perempuan.

  5. Sorong Serah
    Inti dari pelaksanaan sorong serah ini adalah pengumuman resmi acara perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang disertai dengan penyerahan peralatan mempelai pihak laki-laki atau yang dikenal dengan nama ajen-ajen.


  6. Nyongkolan
    Dalam pelaksanaan nyongkolan keluarga pihak laki-laki disertai oleh kedua mempelai mengunjungi pihak keluarga perempuan yang diiringi oleh kerabat dan handai taulan dengan mempergunakan pakaian adat diiringi gamelan bahkan gendang beleq.

  7. Balik Lampak
    Merupakan salah satu tradisi untuk berkunjung ke rumah orang tua perempuan secara khusus bersama kedua orang tua pihak laki-laki.        

Sejarah Kabupaten Lombok Timur

Pada masa penjajahan Belanda Pulau Lombok dan Bali dijadikan satu wilayah kekuasaan pemerintahan dengan status Karesidenan dengan ibukota Singaraja berdasarkan Staabtlad Nomor 123 Tahun 1882 kemudian berdasarkan Staatblad Nomor 181 tahun 1895 tanggal 31 Agustus 1895 Pulau Lombok ditetapkan sebagai daerah yang diperintah langsung oleh Hindia Belanda. Staatblad ini kemudian disempurnakan dengan Staatblad Nomor 185 Tahun 1895 dimana Lombok diberikan status “Afdeeling” dengan ibukota Ampenan. Dalam afdeeling ini Lombok dibagi menjadi dua Onder Afdeeling yaitu Onder Afdeeling Lombok Timur dengan ibukota Sisi’ (Labuhan Haji) dan Onder Afdeeling Lombok Barat dengan ibukota Mataram, masing-masing Onder Afdeeling diperintah oleh seorang Contreleur (Kontrolir).

Untuk Lombok Timur dibagi menjadi 7 wilayah kedistrikan yaitu Pringgabaya, Masbagik, Rarang, Kopang, Sakra, Praya dan Batukliang. Akibat pecahnya perang Gandor melawan Belanda tahun 1897 dibawah pimpinan Raden Wirasasih dan Mamiq Mustiasih maka pada tanggal 11 Maret 1898 ibukota Lombok Timur dipindahkan dari Sisi’ ke Selong. Selanjutnya dengan Staatblad Nomor 248 tahun 1898 diadakan perubahan kembali terhadap Afdeeling Lombok yang semula 2 menjadi 3 Onder Afdeeling yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Untuk Onder Afdeeling Lombok Timur terdiri dari 4 kedistrikan yaitu Rarang, Masbagik, Sakra dan Pringgabaya. Dalam perkembangan berikutnya dibagi lagi menjadi 5 distrik yaitu:
  1. Rarang Barat dengan ibukota Sikur dipimpin oleh H. Kamaluddin
  2. Rarang Timur dengan ibukota Selong dipimpin oleh Lalu Mesir
  3. Masbagik dengan ibukota Masbagik dipimpin oleh H. Mustafa
  4. Sakra dengan ibukota Sakra dipimpin oleh Mamiq Mustiarep
  5. Pringgabaya dengan ibukota Pringgabaya dipimpin oleh L. Moersaid
Seiring dengan terbentuknya daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat dengan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1958 maka dibentuk pula 6 (enam) Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958. Secara yuridis formal maka daerah Swatantra Tingkat II Lombok Timur terbentuk pada tanggal 14 Agustus 1958 yaitu sejak di undangkannya Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958.
Pembentukan daerah Swatantra Tingkat II lombok Timur secara nyata dimulai dengan diangkatnya seorang Pejabat Sementara Kepala Daerah dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor UP.7/14/34/1958 tanggal 29 Oktober 1958 dan sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah ditetapkan Idris H.M.Djafar terhitung 1 Nopember 1958.
Setelah terbentuknya Daerah Swatantra Tingkat II Lombok Timur maka selambat-lambatnya dalam waktu 2 tahun PJS Kepala Daerah harus sudah membentuk Badan Legislatif (DPRD) yang akan memilih Kepala Daerah yang definitif. Dengan terbentuknya DPRD maka pada tanggal 29 Juli 1959 DPRD Lombok Timur berhasil memilih Anggota Dewan Pemerintah Daerah Peralihan yaitu Mamiq Djamilah, H.M. Yusi Muchsin Aminullah, Yakim, Abdul Hakim dan Ratmawa.
Dalam perkembangan berikutnya DPRD Daswati II Lombok Timur dengan keputusan Nomor 1/5/II/104/1960 tanggal 9 April 1960 mencalonkan dan mengusulkan L. Muslihin sebagai Kepala Daerah yang kemudian mendapat persetujuan pemerintah pusat dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor UP.7/12/41-1602 tanggal 2 Juli 1960. Dengan demikian L. Muslihin Bupati Kepala Daerah Lombok Timur yang pertama sebagai hasil pemilihan oleh DPRD Tingkat II Lombok Timur. Jabatan tersebut berakhir sampai 24 Nopember 1966.

Sejalan dengan pemerintahan di daerah maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTB tanggal 16 Mei 1965 Nomor 228/Pem.20/1/12 diadakan pemekaran dari 5 distrik menjadi 18 distrik (Kecamatan) yang membawahi 73 desa, yaitu Kecamatan Selong, Dasan Lekong, Tanjung, Suralaga, Rumbuk, Sakra, Keruak, Apitaik, Montong Betok, Sikur, Lendang Nangka, Kotaraja, Masbagik, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Sambelia dan Terara.
Dengan Surat Keputusan Mendagri Nomor UP.14/8/37-1702 tanggal 24 Nopember 1966 masa jabatan L. Muslihin berakhir dan diganti oleh Rahadi Tjipto Wardoyo sebagai pejabat Bupati sampai dengan 15 Agustus 1967. Selanjutnya dengan SK Mendagri Nomor UP.9/2/15-1138 tanggal 15 Agustus 1967 diangkatlah R.Roesdi menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lombok Timur yang definitif. Pada masa pemerintahan R. Roesdi dibentuk alat-alat kelengkapan Pemerintah Daerah yaitu Badan Pemerintah Harian dengan anggota H.L.Moh. Imran, BA, Mustafa, Hasan, L. Fihir dan Moh. Amin.
Pada periode ini atas pertimbangan efisiensi dan rentang kendali pengawasan serta terbatasnya sarana dan prasarana maupun personil diadakanlah penyederhanaan kecamatan dari 18 menjadi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Selong, Sukamulia, Sakra, Keruak, Terara, Sikur, Masbagik, Aikmel, Pringgabaya dan Sambelia.

Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor Pemda/7/18/15-470 tanggal 10 Nopember 1973 masa jabatan R. Roesdi selaku Bupati KDH Tingkat II Lombok Timur diperpanjang. Kemudian dengan berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, kedudukan Bupati dipertegas sebagai penguasa tunggal di daerah sekaligus sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pada periode ini dibentuk Sekretariat Wilayah/Daerah sebagai pelaksana UU Nomor 5 tahun 1974. Pemerintah kecamatan pada masa ini masih tetap 10 kecamatan sedangkan desa berjumlah 96 dengan rincian desa swakarsa 91, swadaya 2 dan swasembada 3 desa. Jumlah dinas 6 buah yaitu Dinas Pertanian Rakyat, Perikanan, Perkebunan, Kesehatan, PU dan Dispenda sedangkan instansi vertikal 19 buah.
Perkembangan selanjutnya yaitu pada periode 1979-1988 Bupati KDH Tingkat II Lombok Timur dijabat oleh Saparwadi yang ditetapkan melalui SK Menteri Dalam Negeri Nomor Pem.7/4/31 tanggal 7 Februari 1979, jabatan ini dipangku selama 2 periode namun berakhir sebelum waktunya karena meninggal dunia 13 Maret 1987. Pada periode ini terjadi pergantian Sekwilda dari Moh. Amin kepada Drs. L. Djafar Suryadi. Oleh karena meninggalnya Saparwadi maka oleh Gubernur NTB Gatot Suherman menunjuk Sekwilda H. L. Djafar Surayadi sebagai Pelaksana Tugas Bupati Lombok Timur dengan SK Nomor 314 tahun 1987 tanggal 21 Desember 1987.


Kemudian dengan keputusan DPRD Nomor 033/SK.DPRD/6/1988, DPRD berhasil memilih calon Bupati Kepala Daerah yaitu Abdul Kadir dengan 36 suara, H.L.Ratmawa 5 suara dan Drs. H. Abdul Hakim 4 suara, dengan demikian maka Abdul Kadir berhak menduduki jabatan sebagai Bupati Lombok Timur sesuai SK Mendagri Nomor 131.62-556 tanggal 13 Juli 1988, jabatan ini berakhir sampai tahun 1993. Pada tahun 1989 terjadi pergantian Sekwilda dari Drs. Djafar Suryadi kepada Drs. H. L. Fikri yang dilantik 23 Nopember 1989.

Periode berikutnya tahun 1993-1998 Bupati Lombok Timur dijabat Moch. Sadir yang ditetapkan dengan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.61-608 tanggal 3 Juli 1993 dan dilantik 28 Juli 1993. Pada masa kepemimpinan nya dibangun Wisma Haji Selong, Taman Kota Selong, Pintu Gerbang Selamat Datang serta Kolam Renang Tirta Karya Rinjani. Pada periode ini H.L. Fikri selaku Sekwilda ditarik ke Propinsi untuk sementara menunggu Sekwilda yang definitif ditunjuklah Moch. Aminuddin,BA Ketua BAPPEDA saat itu sebagai Pelaksana Tugas Sekwilda sampai dengan dilantiknya H. Syahdan, SH.,SIP. sebagai Sekwilda definif berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 862.212.2-576 tanggal 8 Februari 1996.

Ditengah situasi negara yang sedang dilanda berbagai krisis dan berhembusnya era reformasi yang ditandai berhentinya Soeharto sebagai Presiden RI pada bulan Mei 1998, bulan Agustus 1998 DPRD Dati II Lotim berdasarkan hasil Pemilu 1997 megadakan pemilihan Bupati Lombok Timur masa bakti 1999-2003. Tiga calon Bupati saat itu adalah H. Moch. Ali Bin Dachlan, SH,Achman Muzahar, SH dan H. Syahdan, SH.,SIP. Dalam pemilihan itu H. Syahdan, SH.,SIP. terpilih sebagai Bupati dengan memperoleh suara 23, H. Moch. Ali Bin Dachlan, SH, meperoleh 21 suara sedangkan Achman Muzahar, SH tidak mendapat suara.
Pada kepemimpinan H. Syahdan, SH jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) dijabat oleh H. L. Kamaluddin, SH yang dilantik berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 862.212.2-2145 tanggal 26 Mei 1999. Sebagai dampak bergulirnya era reformasi pada tahun 1999 dilaksanakan pemilihan umum diseluruh Indonesia termasuk di Kabupaten Lombok Timur yang diikuti banyak partai politik. Dari hasil Pemilu 1999 di Lombok Timur berhasil membentuk DPRD periode 1999-2004. Pada periode ini berlangsung suksesi kepemimpinan Bupati Lombok Timur. DPRD berhasil menetapkan 5 pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Pada pemilihan yang berlangsung sangat demokratis ini berhasil terpilih H. Moh. Ali Bin Dachlan sebagai Bupati Lombok Timur dan H. RachmatSuhardi, SH sebagai Wakil Bupati Lombok Timur untuk masa bakti 2003-2008. Pasangan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah ini dilantik oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.62-462 Tahun 2003 dan Nomor: 132.62-463 Tahun 2003 tertanggal 27 Agustus 2003.
Tahun 2004 berlangsung pemilihan umum anggota DPR/DPD, DPRD I, DPRD II, termasuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Untuk Kabupaten Lombok Timur berhasil terbentuk DPRD Periode 2004-2009 dan dilantik pada tanggal 5 Agustus 2004, sedangkan Pimpinan DPRD dilantik pada tanggal 18 Mei 2005 dengan Ketua H. M. Syamsul Luthfi, SE, Wakil Ketua TGH. Nasruddin dan H. Syamsuddin Gahtan. Pada tahun 2006 berlangsung pergantian jabatan Sekretaris Daerah dari H. L. Kamaluddin, SH kepada penggantinya L. Nirwan, SH.

Pada tanggal 7 Juli 2008 Lombok Timur melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang menetapkan 3 (tiga) pasangan Calon Kepala Daerah. Berdasarkan hasil rapat rekapitulasi perhitungan suara oleh KPUD Lotim, pasangan H.M. Sukiman Azmy dan H.M. Syamsul Luthfi (SUFI) meraih suara terbanyak yakni 49,90 persen suara. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.52 - 650 Tahun 2008 pasangan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah ini dilantik oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur masa bhakti 2008-2013.

Rabu, 06 Juni 2012

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU

DISUSUN OLEH: HARFIAN AHDI AULA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa yang dimaksud 'guru' adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Kompetensi Pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi Pedagogik harus dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Tim Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan juga telah merumuskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik ialah mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
B.   Rumusan Masalah
·     Menjelaskan pengertian dari Kompetensi Pedagogik
·    Menjelaskan kemampuan Guru yang harus terangkum dalam Kompetensi Pedagogik
C.   Tujuan
·     Mengetahui arti dari Kompetensi Pedagogik.
·    Mengetahui kemampuan Guru yang harus terangkum dalam Kompetensi Pedagogik

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi Pedagogik
Sebelum kita mengetahui arti dari kompetensi pedagogik secara lebih mendalam, marilah kita membahas arti dari kompetensi terlebih dahulu. Menurut Trianto kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan tugas jabatan maupun profesinya. Finch & Crunkilton, sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2006) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Selanjutnya Robbins menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Dalam Kepmendiknas No. 045/U/2002  juga  menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Secara etimologi Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” yang berarti mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti sebutan untuk pembantu pada zaman Yunani kuno yang mengantarkan atau membimbing anak majikannya dari rumah ke sekolah. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak. Langveld membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan yang  lebih menitikberatkan kepada pemikiran yaitu perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek yang menyangkut kegiatan mendidik dan kegiatan membimbing anak. Jadi Pedagogik jelas memiliki kegunaan bagi pendidik/guru untuk memahami fenomena pendidikan secara sistematis, memberikan petunjuk tentang yang seharusnya dilaksanakan dalam mendidik, menghindari kesalahan-kesalahan dalam praktek mendidik juga alat untuk mengenal diri sendiri dan melakukan koreksi demi perbaikan diri.
Berdasarkan pengertian kompetensi dan pengertian pedagogik di atas dapat disimpulkan bahwa Kompetensi Pedagogik  merupakan kemampuan yang dimiliki seorang pendidik atau guru untuk melakukan perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, serta membimbing peserta didik mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
B.Kemampuan Guru yang Harus Terangkum dalam Kompetensi Pedagogik
 Kompetensi pedagogik Guru dapat diartikan sebagai kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Dalam usahanya mengelola pembelajaran peserta didik tersebut, seorang guru harus memiliki kemampuan yang sekurang-kurangnya meliputi:
1)     Pemahaman Wawasan atau Landasan Kependidikan
Rendahnya kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran di negeri ini sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya kualitas pendidikan kita di Indonesia. Sehubungan dengan itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Secara umum kemampuan mengelola pembelajaran ini menyangkut tiga fungsi, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

 Perencanaan yang  dimaksud disini yaitu menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi kemasa depan.
Pelaksanaan, maksudnya yaitu adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Sedangkan Evaluasi bertujuan untuk menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan yaitu pendidik/ Guru diharapkan membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta memerlukan pengawasan dalam pelaksanaannya.

2)     Pemahaman Terhadap Peserta Didik
Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang juga harus dimiliki seorang guru. Seorang guru harus memahami tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan perkembangan kognitif siswanya agar ia dapat mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya.

a)         Tingkat kecerdasan.
Tes intelegensi pertama kali ditemukan oleh seorang dokter berkebangsaan Perancis yang bernama Alfred Binet dan pembantunya Simon, tes ini pertama kali diumumkan antara 1908–1911 yang diberi nama skala pengukur kecerdasan. Tes Binet Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokan menurut umur (untuk anak-anak umur 3–5 tahun) yang sama sekali tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah, seperti:
a. Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang.
b. Mengulang deretan angka-angka
c. Memperbandingkan berat timbangan
d. Menceritakan isi gambar-gambar
e. Menyebutkan nama bermacam-macam warna
f. Menyebutkan harga mata uang

Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan seseorang diukur/ditentukan. Dari tes itu ternyata didapatkan kesimpulan bahwa usia kecerdasan tidak sama dengan usia sebenarnya. Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan I.Q (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap anak.

b)        Kreatifitas
Suatu kreativitas bisa dikembangkan oleh guru dengan menciptakan proses pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan kreativitasnya sendiri, antara lain dengan teknik kerja kelompok kecil, penugasan, dll.. Anak yang kreatif belum tentu pandai, dan sebaliknya anak yang pandai belum tentu kreatif. Proses pembelajaran pada hakikatnya jelas bertujuan untuk mengembangkan kreativitas peserta didik. Namun dalam penerapannya kita tidak sadar bahwa masih banyak sekali kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru dapat menghambat kreativitas siswa, karena proses belajar mengajar di kelas sebagian besar lebih menekankan pada aspek kognitif saja.

c)         Kondisi Fisik
Kondisi fisik yang dimaksud disini yaitu berkaitan dengan kondisi mata, alat pendengaran, kemampuan berbicara, dan ketidakmampuan anggota badan untuk bergerak akibat kerusakan otak. Peserta didik atau siswa yang memiliki kelainan fisik seperti ini jelas memerlukan sikap dan pelayanan yang berbeda untuk membantu perkembangan pribadi mereka. Ornstein dan Levine dalam Mulyasa (2006) membuat pernyataan sebagai berikut:
Orang yang mengalami hambatan, bagaimanapun hebatnya ketidakmapuan mereka, harus diberikan kebebasan dan pendidikan yang cocok. Penilaian terhadap mereka harus adil dan menyeluruh.
Orang tua / wali mereka harus adil, dan boleh memprotes keputusan yang dibuat kepala sekolah.
Rencana pendidikan individual, yang meliputi pendidikan jangka panjang, dan jangka pendek harus diberikan, dan meninjau kembali tujuan dan metode yang dipilih
Layanan pendidikan diberikan dalam lingkungan yang terbatas untuk memberikan layanan yang tepat.

d)        Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif
Pertumbuhan dan perkembangan dapat diklasifikasikan atas kognitif, psikologis, dan fisik. Pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan struktur dan fungsi karakteristik manusia. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam kemajuan yang mantap, dan merupakan suatu proses kematangan.

Menurut Piaget dalam Mulyasa (2006) sedikitnya terdapat empat tahap perkembangan mental manusia sebagai berikut:
Tahap sensorimotorik (sejak lahir hingga usia dua tahun). Anak mengalami kemajuan dalam operasi-operasi reflek dan belum mampu membedakan apa yang ada disekitarnya hingga ke aktifitas sensorimotorik yang komplek, sehingga terjadi formulasi baru terhadap organisasi pola-pola lingkungan.
Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini objek-objek dan peristiwa mulai menerima arti secara simbolis.
Tahap operasi nyata (7-11 tahun) yaitu anak mulai mengatur data ke dalam hubungan-hubungan logis dan mendapatkan kemudahan dalam manipulasi data dalam situasi pemecahan masalah.
Tahap operasi formal (usia 11 dan seterusnya) ditandai oleh perkembangan kegiatan-kegiatan operasi berfikir formal dan abstrak.

Sesuai dengan tugas guru dalam memahami dan menetapkan kegiatan kognitif yang harus ditampilkan pada tahap-tahap fungsi intelektual yang berbeda. Banyak hal yang menentukan kualitas hasil belajar peserta didik yang secara dikotomi diklasifikasikan atas faktor endogen dan eksogen. Dari dua unsur tersebut lahir salah satu hal yang amat dikenal dalam belajar, yakni kesiapan (readiness), yaitu suatu kemampuan untuk berformasi dalam melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam kesiapan tersebut yaitu:
a. Kesiapan fisik, antara lain urat-urat saraf dan otot;
b. Kejiwaan, antara lain bebas dari konflik emosional
c. Pengalaman, berhubungan dengan keterampilan-keterampilan yang dipelajari sebelumnya.

Perbedaan individu sebagaimana diuraikan di atas perlu dipahami oleh para pengembang kurikulum, guru, calon guru dan kepala sekolah agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif.

Memahami karakteristik individu sabagaimana diuraikan di atas, dalam pembelajaran peserta didik dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu:
a.       Kelompok normal
Mengembangkan pemahaman tentang prinsip dan praktik aplikasi.
Mengembangkan kemampuan praktik akademik yang berhubungan dengan pekerjaan.
b.      Kelompok sedang
Mengembangkan kemahiran berkomunikasi, kemahiran menggali potensi diri, dan aplikasi praktikal untuk mengembangkan kemahiran akademik dan kemahiran praktikal sehubungan dengan perkembangan dunia kerja maupun melanjutkan program pendidikan professional.
c.  Kelompok tinggi
Mengembangkan pemahaman tentang prinsip, teori, dan aplikasi
mengembangkan kemampuan akademik untuk memasuki pendidikan tinggi. Pengelompokan peserta didik ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dan diperhatikan dalam menyusun kurikulum dan pengembangan pembelajaran

Selain memahami tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan perkembangan kognitif, seorang Guru juga harus memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.

3)     Pengembangan Kurikulum/Silabus
Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.

4)     Perancangan Pembelajaran
Perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang juga yang harus dimiliki guru, yang nantinya bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.

a.       Identifikasi Kebutuhan
Pada tahap ini, seorang guru sebaiknya harus melibatkan siswa untuk mengenali, menyatakan, merumuskan kebutuhan belajar dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Identifikasi kebutuhan ini bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai sebuah hiburan dan bagian dari kehidupan.

b.      Identifikasi Kompetensi
Kompetensi merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Oleh sebab itu setiap kompetensi harus merupakan panduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Pembentukan kompetensi ini melibatkan IQ, EQ, dan SQ. Penilaian pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja peserta didik, dengan bukti penguasaan mereka terhadap suatu kompetensi sebagai hasil belajar.

c.       Penyusunan Program Pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran ini biasa kita kenal dengan nama Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu produk program pembelajaran yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Komponen program ini mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya.

5)     Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis
Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan yang cenderung anti dialog dan hanya merupakan pentransferan pengetahuan dari guru ke siswa dan tidak bersumber pada realitas yang ada dalam masyarakat. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang konstruktif.
Dalam proses pembelajaran, tugas utama seorang guru yaitu berusaha mengkondisikan lingkungan agar dapat menunjang  terjadinya perubahan perilaku pembentukan kompetensi siswa.

6)     Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran
Secara umum fasilitas pendidikan itu mencakup sumber, sarana dan prasarana belajar sehingga sudah seharusnya peningkatan fasilitas pendidikan baik kualitas maupun kuantitasnya sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan di era modern sekarang ini. Sehubungan dengan itu, peningkatan fasilitas yang menunjang pembelajaran seperti laboratorium, perpustakaan, alat-alat, dan ruang-ruang yang menunjang pembelajaran seperti ruangan komputer, seni, dsb. harus menjadi faktor-faktor yang diutamakan.

Bagaimana mendidik peserta didik adalah mengembangkan potensinya sebagai manusia, sehingga ia mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya, baik nilai Agama, kesopanan, nilai kesusilaan, sosial, dll. Teknologi pembelajaran intinya adalah berfungsi sebagai sarana penunjang untuk membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran dan pembentukan kompetensi siswa. Dalam hal ini seorang guru dituntut harus  memiliki kemampuan mengorganisir, menganalisis dan memilih informasi yang paling tepat dan berkaitan langsung dengan pembentukan kompetensi siswa serta tujuan pembelajaran.

7)     Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana perubahan dan pembentukan kompetensi siswa. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1)      Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
2)       Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Penilaian akhir satuan semester ini dilakukan pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar siswa dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-semata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekola.
3)       Benchmarking
Suatu standar yang digunakan untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan inilah yang disebut Benchmarking. Ukuran keunggulan ini bisa ditentukan di tingkat sekolah, kabupaten, propinsi, atau nasional. Penilaian disini dilakukan secara berkesinabungan sehingga siswa dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha yang dilakukannya. Hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memberikan peringkat kelas kepada siswa tetapi tidak dapat digunakan untuk memberikan nilai akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu dasar pembinaan guru dan kinerja sekolah
4)      Penilaian Program
Penilaian program dilakukan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta tingkat kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman. Penilaian program ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan.
5)      Penilaian Kelas
Penilaian kelas ini dapat dilakukan dengan mengadakan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Sedangkan Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir semester dengan bahan yang disajikan sebagai berikut:
a.       Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari materi semester pertama.
b.      Ulangan umum semester kedua yaitu soalnya merupakan gabungan dari semester pertama dan kedua dengan penekanan pada materi semester kedua.
Sedangkan Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan yang diujikan meliputi seluruh materi pembelajaran yang telah diberikan, dengan penekanan pada bahan-bahan yang diberikan pada kelas tinggi. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, memberikan umpan balik, mempengaruhi proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi pesrta didik, mendiaknosa kesulitan belajar dan pembentukan kompetensi siswa.
8) Pengembangan Peserta Didik Untuk Mengaktualisasikan Berbagai Potensi yang Dimilikinya
Pengembangan peserta didik merupakan bagian dari kompetensi pedagogik yaitu bertujuan untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial, serta bimbingan konseling (BK)
a)   Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler yang juga sering disebut ekskul, merupakan kegiatan tambahan di suatu lembaga pendidikan yang pelaksanaannya di luar kegiatan kurikuler, kegiatan ini banyak ragam dan kegiatannya, antara lain kesenian, olah raga, kepramukaan, keagamaan dan sebagainya. Kegiatan ini disamping membentuk bakat juga dapat membentuk watak dan kepribadian anak didik, mengurangi kenakalan remaja, dapat sebagai sarana saling mengenal antara satu sama lain .
b)    Pengayaan dan Remedial
Program ini merupakan  pelengkap atau penambah dari jadwal harian siswa. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan analisis terhadap kegiatan belajar, dan terhadap tugas-tugas, hasil tes dan ulangan. Dari kegiatan ini dapat diperoleh tingkat kemampuan belajar setiap peserta didik. Program ini juga mengidentifikasi materi yang perlu diulang, peserta didik yang wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti program pengayaan.
c)    Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar dan karier. Dalam UU No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ayat (3) butir d, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyartakat sekitar. Lebih lanjut diuraikan RPP kompetensi sosial merupakan kemampuan guru memiliki kompetensi untuk :
a. berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga  kependidikan, orang tua/wali peserta didik
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

         Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat, dan lingkungannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II dapat kami simpulkan bahwa Kompetensi Pedagogik merupakan merupakan kemampuan yang dimiliki seorang pendidik atau guru untuk melakukan perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, serta membimbing peserta didik mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Kompetensi pedagogik Guru dapat diartikan sebagai kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Dalam usahanya mengelola pembelajaran peserta didik tersebut, seorang guru harus memiliki kemampuan yang sekurang-kurangnya meliputi: Pemahaman Wawasan atau Landasan Kependidikan, Pemahaman Terhadap Peserta Didik, Pengembangan Kurikulum/Silabus, Perancangan Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendidik dan Dialogis, Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran, Evaluasi Hasil Belajar, serta Pengembangan Peserta Didik Untuk Mengaktualisasikan Berbagai Potensi yang Dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

·   Mulyasa, H.E.. 2006. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
·    Purwanto, M. Ngalim. 1988. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remadja Karya
·   Trianto, dan Titik Triwulan Tutik. 2006. Tinjauan Yuridis Hak Serta Kewajiban Pendidik Menurut UU Guru dan Dosen. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
·    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen