BAGIAN PERTAMA
Bentuk, Fungsi dan Makna Rumah Sasak
Bagi masyarakat Sasak tradisional, rumah
bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya
nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik
arsitektur maupun tata ruangnya.
Rumah adat Sasak pada bagian atapnya
berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2
meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus)
terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai
satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi
menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur)
dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan
sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben,
dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga
lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat
persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk
dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan
tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan
kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga),
digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan
dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun
rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun
kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi
kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah,
maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan
kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bentuk rumah tradisional Lombok
berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana
arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat
berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan
sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya
alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan
rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu
banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu
bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau
atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu
berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak
lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat
kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang
merupakan jenis tanah di dusun itu.
Konstruksi rumah tradisional Sasak
agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga
buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati.
Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak
bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas).
Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah
orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak
bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti
bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan
sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara
simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati
kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih
kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari
nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui
shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap
timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu
pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek.
Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan
sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.
Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan
warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang
disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya
sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh
dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti
mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang
merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu
anggota keluarga meninggal.
Berugak yang ada di depan rumah, di
samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan,
juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat
kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi
masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di
sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.
Sejak proses perencanaan rumah
didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk
bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur
(sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah
seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan
secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan,
disediakan tuan rumah.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada
dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan.
Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan
berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya
ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada
Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan
sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat,
bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal
lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan
perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja,
konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap
menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai
filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.
Kosmologi: Ruang dan Waktu
Untuk memulai membangun rumah, dicari
waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon
Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk
menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah
bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa
waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga
dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan
Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik
berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang
paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan
Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan
masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang
malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.
Selain persoalan waktu baik untuk
memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi
tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat
dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka
tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat
pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau
susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah
berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu
ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan
melawan tabu (maliq-lenget).
Sementara material yang dibutuhkan untuk
membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari
bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat
atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan
lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai
bahan campuran untuk mengeraskan lantai.
BAGIAN KEDUA
Pranata dan Ragam Rumah Suku Sasak
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk.
Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
a. Bale Tani
Bale Tani adalah bangunan rumah untuk
tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. Bale
Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari satu ruang untuk serambi
(sesangkok) dan satu ruang untuk kamar (dalem bale). Walaupun dalem bale
merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak
digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai tempat
menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak
perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi.
Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus
yang disebut pawon.
Pondasi bale tani terbuat dari tanah,
desain atapnya dengan sistem jurai yang terbuat dari alang-alang di mana
ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah, tingginya sekitar
kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian dalem bale
terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak menggunakan dinding.
Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh karena itu untuk
masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat
tiga trap dengan pintu yang dinamakan lawang kuri.
b. Bale Jajar
Bale jajar merupakan bangunan rumah
tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke atas. Bentuk bale jajar
hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem
balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu serambi
(sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari
sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale
tersebut tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada
sepertiga dari panjang bangunan bale jajar.
Bahan yang dibutuhkan untuk membuat bale
jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan alang-alang untuk membuat
atap. Penggunaan alang-alang saat ini, sudah mulai diganti dengan
menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan
ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang
luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai
tempat penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian
depan bale jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq
atau sekepat) dan pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang
dinamakan sekenam, bangunan seperti berugaq dengan tiang berjumlah enam.
c. Berugaq / Sekepat
Berugaq/sekepat mempunyai bentuk bujur
sangkar tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan
alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di
depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani. Berugaq/sekepat
ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian
didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari
papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit)
dengan ketinggian 40-50 cm di atas permukaan tanah. Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat
adalah sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang
Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq/sekepat juga
digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang
datang midang (melamar).
d. Sekenam
Sekenam bentuknya sama dengan
berugaq/sekepat, hanya saja sekenam mempunyai mempunyai tiang sebanyak
enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya
digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman
nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
e. Bale Bonter
Bale bonter merupakan bangunan
tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para perkanggo/pejabat
desa, dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di tengah-tengah
pemukiman dan atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale bonter
dipergunakan sebagai temopat pesangkepan/persidangan adat, seperti
tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya.
Bale bonter juga disebut gedeng
pengukuhan dan tempat menyimpanan benda-benda bersejarah atau pusaka
warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur sangkar,
memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan
ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti
aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya
menggunakan tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.
f. Bale Beleq Bencingah
Bale beleq adalah salah satu sarana
penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq diperuntukkan sebagai tempat
kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Bencingah.” Adapun
upacara kerajaan yang biasa dilakukan di bale beleq diantaranya adalah:
- Pelantikan pejabat kerajaan
- Penobatan Putra Mahkota Kerajaan
- Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan
- Sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumen Kerajaan
g. Bale Tajuk
Bale tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale
tajuk berbentuk segi lima dengan tiang
berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga
Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar
dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
h. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq
Selain jenis bangunan yang telah disebut
di atas, jenis bangunan lain dibangun berdasarkan kondisi-kondisi
khusus, seperti bale gunung rate dan bale balaq. Bale gunung rate
biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan,
sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari bencana
banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.
Bangunan Pendukung
Selain bangunan-bangunan yang telah disebut di atas, masyarakat Sasak membuat bangunan-bangunan pendukung lainnya seperti sambi, alang, dan lombung.
a. Sambi
Sambi merupakan tempat menyimpan hasil
pertanian masyarakat. Ada beberapa macam bentuk sambi, antara lain sambi
sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi ini
dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian, sedangkan bagian
bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima tamu.
Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga pada bagian bawahnya
dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat
duduk-duduk, berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu
dan papan kayu.
Pada umumnya, sambi mempunyai empat,
enam atau delapan tiang kayu. Sambi dengan enam tiang seringkali disebut
ayung, karena pada bagian atasnya sering digunakan untuk tempat tidur.
Bangunan sambi yang bertiang delapan terkadang disebut sambi jajar
karena berbentuk memanjang. Semua sambi selalu dilengkapi dengan tangga
untuk naik dan didalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.
b. Alang
Alang sama dengan lumbung, berfungsi
untuk menyimpan hasil pertanian. Hanya saja alang mempunyai bentuk yang
khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan lengkungan kira-kira
¾ lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas.
Konstruksi bawahnya menggunakan empat tiang yang ujung tiang bagian
atasnya dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu). Bagian bawah
bangunan alang biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat baik siang
atau malam hari. Alang biasanya diletakkan di halaman belakang rumah
atau dekat dengan kandang hewan.
c. Lumbung
Lumbung adalah tempat untuk menyimpan
segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena
lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus
diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan
bedek kulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan
di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.
Bahan untuk membuat lumbung adalah
bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya
dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya
disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah
tinggal.
Di samping adanya bangunan pendukung,
orang Sasak sangat memperhatikan tanaman yang ada di sekitarnya, karena
mereka meyakini bahwa ada beberapa tanaman yang jika ditanam dapat
mengundang malapetaka. Tanaman yang tidak boleh ditanam di sekitar rumah
adat, antara lain pohon nangka, pohon sawo, pohon jambu air, pohon
kelor, pohon kedondong, pohon ceremai, pohon johar, dan pohon maja.
Disusun Oleh: Sugi Lanus (dikutip dari www.sasak.org)