1. Menjelang
Pecahnya Perang Asia Timur Raya dan Masa Pendudukan Jepang
A. Lombok
Timur Sebelum Perang Asia Timur Raya
Masa
pemerintahan Belanda terkenal dengan politik pecah belahnya. Rakyat selalu
diselimuti kebodohan serta keterbelakangan dalam segala aspek kehidupan. Pada
masa itu, menurut pembagian geografis, Lombok Timur disebut Onder Afdeeling van
Oost Lombok dengan kedudukan Controleur di Selong. Pada tingkat bawah terdapat
Kepala Distrik yaitu antara lain: Distrik Pringgabaya dikepalai oleh Lalu Noersaid,
Distrik Rarang Timur yang berpusat di Selong dikepalai oleh Lalu Mesir, Distrik
Masbagik dikepalai oleh H. Moestafa, Distrik Sakra dikepalai oleh Mamiq
Mustiarep, Distrik Rarang Barat dikepalai oleh H. Kamaloedin. Sedangkan distrik
yang agak luas diangkat seorang Asisten Distrik yaitu Mamiq Muhammad yang
menjabat sebagai Asisten Distrik Pringgabaya dan Mamiq Ripaah yang menjabat
sebagai Asisten Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Aikmel
Dibawah Distrik
ini adalah Kepala Desa yaitu orang kaya atau orang berpengaruh. Setiap desa
dilengkapi oleh keliang, tempek, dan beberapa pekasih.
Pada masa itu
dalam dunia pendidikan yaitu hanya terdapat dua jenis sekolah yaitu di tingkat
desa terdapat sekolah desa (volkschool) sampai kelas 3 dan di tingkat distrik
terdapat vervokschool yaitu lanjutan sekolah desa sampai kelas 5. Vervokschool
ini hanya terdapat di Pringgabaya, Selong, Masbagik dan Sakra. Di selong pada waktu
itu juga terdapat SD yang berbahasa Belanda yaitu Schalkeschool yang dikelola
yayasan “Anjah Sasak” asuhan dr. Soejono.
Menjelang tahun
’40-an di Selong dibuka sekolah kursus guru yaitu Cursus Volk Onderways yang
lulusannya menjadi guru sekolah desa, sedang guru sekolah lanjutan yaitu
lulusan Normal Cursus Singaraja Bali.
Pihak swasta
juga pada masa itu sudah mendirikan sekolah. Salah satunya yaitu Organisasi
Muhammadiyah mendirikan Madrasah Diniyyah Islamiyah di Selong, Serta NWDI yang
mendirikan Madrasah Tsanawiyah di Pancor pada Tahun 1935. Sebelum itu pada
sekitar tahun 1930-an Madrasah Al-Irsyad didirikan di Labuhan Haji.
Meski dalam
pendidikan umum sangat terbelakang, namun dalam pendidikan agama, rakyat Lotim
sangat fanatik. Banyak ulama dari daerah ini antara lain: yaitu TGH Moh. Harits
Manshur di Pohgading dari kalangan Muhammadiyah, TGH. Zainuddin AM, TGH. Umar
dari Kelayu, TG. Badar dari Pancor dll.
Sejak tahun
1940-an berdiri kepanduan Hizbul Wathan Muhammadiyah yang dipimpin pemuda dari
Yogya yaitu Muhasan Malaka, Abd. Muin, dan Sahabuddin.
Semangat
nasionalisme pada waktu itu tidak bisa berkembang, baru pada 1930-an datang
seorang Muballigh Muhammadiyah asal Yogya datang ke Selong menanamkan semangat
kebangsaan dan pantang menyerah yang cukup berhasil .
B. Masa Pendudukan Jepang
Di Pulau Lombok
Jepang mendarat pertama kali di Ampenan pada tanggal 8 Mei 1942. Selanjutnya
pada 12 Mei 1942 rakyat menyambut gembira datangnya Jepang di Labuhan Haji dan
di Lapangan Kota Selong (Sekarang Masjid Agung Al-Mujahidin), yang kemudian pada
akhirnya kecewa karena Merah Putih dan lagu Indonesia Raya dilarang berkibar
dan berkumandang
Untuk
melanjutkan pemerintahan Sipil tentara Jepang mengangkat pegawai dari bangsa
Jepang dan Bangsa Indonesia. Kepala Pemerintahan Lotim bentukan jepang disebut
Tobu Lombok Bunken Kanrikan. Sistem pemerintahan Jepang pada waktu itu sangat
otoriter yaitu adanya Romusha yang membangun benteng pertahanan di Tanjung
Ringgit yaitu berupa terowongan dan meriam.
Di bidang
Pendidikan pada masa ini banyak di buka
sekolah-sekolah, antara lain yaitu sekolah guru empat tahun ( Sihan
Gakko) di Selong. Pada 1942 sekolah guru ini dipindah ke Mataram. Di
sekolah-sekolah ini diajarkan tentang bahasa jepang dan pelajaran
geopolitik Asia Timur Raya yang
diarahkan pada pemujaan kejayaan Jepang. Di sekolah ini juga serta di
kantor-kantor diwajibkan melakukan senam (taiso), siang hari latihan militer
(kyoren) dan pada sore diadakan kerja bakti ( kinrohisi), demikian pula apel
bendera menghormati bendera Hinomaru yang didahului hormat membungkuk 45’.
Lama kelamaan
sejak pendudukan jepang, kondisi ekonomi masyarakat sangat parah karena hasil
pertaniannya diserahkan pada jepang. Hutan di Pringgabaya ditanami kapas, pohon
bambu, sapi, ayam,telur diambil secara paksa dari rakyat. Akibatnya rakyat
banyak yang sakit, bahkan sampai mati kelaparan.
Akibat dari
keadaan yang mengenaskan ini, rakyat saling curiga satu sama lain. Tidak
sedikit yang menjadi korban kempetai (kaki tangan jepang). Salah satu kempetai
yang sangat ditakuti yaitu Wayan Yatra yang mati mengenaskan dengan cara
gantung diri di penjara Mataram sekitar pertengahan tahun 1946.
2. Menyambut
Proklamasi Kemerdekaan
A. Keadaan
Menjelang Proklamasi
Pertengahan
Agustus 1945, sebanyak empat orang anggota Syu Kai Giin (wakil rakyat) dari
Lombok yaitu: R.N. Noeraksa, Mamiq Fadelah, Go Sin Tjong, dan I Nengah Metera
yang akan mengikuti konferensi sehubungan dengan persiapan penyerahan
Kemerdekaan Indonesia dari Jepang kepada Bangsa Indonesia. Akhirnya konferensi
ini batal karena di dalam perjalanan, mereka mendengar Jepang menyerah kepada
sekutu.
Pada tanggal 18
Agustus 1945 Ken Kanrikan daerah Lombok menyelenggarakan rapat di Mataram.
Dalam rapat tersebut diumumkan bahwa Jepang telah berdamai dengan sekutu,
tetapi keamanan masih dipegang Dai Nippon.
Pertengahan
September 1945 para pelajar asal Sumbawa yang sekolah di Jawa pulang. Salah
satu pelajar itu adalah Lalu Mandja yang berasal dari Sumbawa mengumumkan bahwa
pengumuman kemerdekaan di Surabaya telah diumumkan pada rapat umum tanggal 9
September 1945.Atas berita ini Pemerintah Daerah Lombok mengadakan rapat dengan
seluruh tokoh masyarakat di gedung Mardibekso Mataram yang mengahasilkan
keputusan bahwa rakyat Lombok bertekad menyambut Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 dan secepatnya membentuk badan-badan perjuangan.
B. Pembentukan
Badan-Badan Perjuangan
Badan-badan
perjuangan yang pertama-tama berdiri di daerah Lombok yaitu Komite Nasional
Indonesia Daerah Lombok, Badan Keamanan Rakyat, PMI, dan BBI yang berdiri
pada 8 Oktober 1945. Pembentukan
badan-badan ini dimulai ketika utusan Gubernur Sunda Kecil R. Hollan yang
membawa surat tugas dari Gubernur Sunda Kecil Gusti Ketut Poedja yang berisi
penunjukan Made Putu Wirya sebagai formatur pembentukan KNI Daerah Lombok
disertai utusan dari Jawa Soekardani dan Soekardi.
KNI Daerah
Lombok ini diketuai Hasmo Soewignyo dengan anggota Lalu Danilah, Lalu Serinata,
Selamet, D.A. Comenit, Made Putu Wirya, Lalu Oesman dll., sedangkan BKR daerah
Lombok diketuai Soekotjo dengan dibantu Soekardi, Rameli, Mursayid, Hanafiah
dll. Sementara itu Barisan Buruh Indonesia diketuai Soemantri dengan beberapa pengurus lainnya.
Dalam
perkembangan berikutnya, di Lombok Barat dibentuklah organisasi Persatuan Umat
Islam Lombok (PUIL) yang didirikan oleh H. Mustajab, H. Said, Moerdikun, Hamzah
Karim, H. Musannif, H. Saroedji, Abd. Hakim, Moh. Zain, H. Hanan, H.
Djalaluddin.
Setelah
dibentuknya badan-badan perjuangan tersebut maka segeralah diadakan rapat-rapat
umum untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan. Rapat umum itu berurutan dari
tanggal 15 Oktober 1945 di Lapangan Mataram, 16 Oktober 1945 di Lapangan Praya,
serta pada tanggal 17 Oktober 1945 di Lapangan Selong.
Di Lapangan
Balapan Kuda (sekarang Lap. Nasional) Selong, rapat umum ini dihadiri puluhan
ribu rakyat Lombok Timur. Karena pada saat itulah untuk pertama kali Bendera
Merah Putih dikibarkan dan disambut dengan kegembiraan dan tangis haru.
Teriakan kemerdekaan membahana dimana-mana bahkan lencana Merah Putih melekat
pada topi dan baju siswa, pegawai, pemuda dan rakyat.
Kemudian
dibentuklah badan-badan perjuangan di Lombok Timur. KNI Lombok Timur untuk
pertama kali dipimpin Dr. Kt. Noeridja, dengan R.B. Moedjiman, Noersana,
Rasjidi, Joesoep Tajib Napis, H. Nasroeddin, serta Made Gelgel sebagai wakil
ketua. BKR dengan kepengurusan Poetrajab, Mas Asmo, Atjih Harta, Hasan, Moh.
Amin, serta Inang Bin Alam.
PMI dengan
susunan kepengurusan Dr. Kt. Noeridja dibantu Sedek, Kasimoen, Arsinah dll.
Juga dibentuk BBI dengan pengurus Mas Soedarmo, R. Rakso Atmojo, Soewono serta
bagian Logistik yaitu Made Raken, Oemar, Moertondo dll.
Selanjutnya
pengumuman kemerdekaan dilanjutkan pada tingkat distrik. Dalam setiap rapat
umum dibentuklah KNI dan BKR kedistrikan, di Distrik Pringgabaya KNI dipimpin
oleh Mamiq Muhammad, L. Thohir dll, BKR dipimpin L. Abd. Rahman dan L.
Wirasakti, Di distrik Masbagik KNI dipimpin oleh Mamiq Noersim dan L. Sjoekoer
sedangkan BKR dipimpin Moehammad dll. Di Kedistrikan Rarang Barat yang berpusat
di Sikur KNI dipimpin oleh R. Soekro, sedang BKR dipimpin oleh H. Abdoel Hamid,
H. Abdurrahim dll. Kedistrikan Sakra KNI dipimpin L. Roeslan, dan BKR dipimpin
Aroeman. Untuk Asisten Distrik Masbagik yang berpusat di Aikmel juga dibentuk
KNI dengan pimpinan Mamiq Ripaah, Mamiq Indra, dan Yoesoef, sedang BKR dipimpin
L. Djaya, Rawisah, Abd. Rahim, Abdollah, Bapak Yah dan H. Abd. Rahman.
Selain KNI, BKR,
PMI, dan BBI, berdiri juga Lasykar BASMI pada nopember 1945 di Aikmel dan
Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang bertujuan membasmi siapa saja yang
menghalangi kemerdekaan dan mencari senjata Jepang.
Dalam perjalanan
waktu Lasykar BASMI ini di bentuk juga di Pringgasela, Kalijaga, Mamben, dan
Lenek. Lasykar BASMI ini dikepalai oleh Sayid Saleh dari Pringgasela. Lasykar
ini bersenjatakan kelewang, keris, bateq, bambu runcing, dll, dengan keyakinan
bahwa membela negara adalah wajib dan fi sabilillah
Pada tanggal 17
Januari 1946, API cabang Lombok Timur dibentuk
di Selong. Pada hari itu juga berkumpullah BKR dan Para pemuda dari seluruh
distrik. BKR dan Lasykar rakyat ini sambil jalan kaki melakukan Takbir dan
pekik merdeka sepanjang jalan. Sejak pagi mereka berangkat menuju Lapangan
Balapan Kuda untuk menunjukkan kekuatan mereka sebagai tantangan kepada sikap
Jepang yang mengambil alih pemerintahan di Lombok Timur. Dari Distrik Pringgabaya
sekitar 2000 orang pasukan bergabung dengan pasukan yang dari Aikmel berjalan
kaki sejauh 30 Km menuju Selong.
Akibatnya adanya pawai kekuatan dari pemuda
dan BKR ini, maka pada tanggal 17 Januari 1946 para pimpinan BKR seperti
Poetradjab yang jadi guru di Teros dan Lalu Thohir yang mengajar di Pringgabaya
di ancam akan dipindahkan ke Gondang dan Tanjung Lombok Barat, tetapi keduanya
menolak sehingga dipecat jadi guru.
Setelah
terbentuknya badan perjuangan sampai di tingkat distrik, maka segera diadakan
rapat umum di berbagai desa guna memberikan penyadaran kepada rakyat tentang
pentingnya hak dan kewajiban sebagai bangsa yang merdeka, pentingnya persatuan
dan kesatuan, serta upaya apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan
kemerdekaan.
3. Perlawanan
Rakyat Terhadap Pendudukan Jepang
Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi pembuka mata hati
rakyat Indonesia dan Lombok Timur bahwa bangsa kita punya harga diri dan tidak
ingin ditindas. Penjajah harus enyah dari bumi Selaparang Lombok Timur, senjata
mereka harus direbut. Saat itulah Pemuda-pemuda Lotim dengan segenap kemampuan
menggelorakan perlawanan rakyat Lombok Timur.
Desember 1945 tentara Jepang dipencar ke Labuhan Haji,
Wanasaba, Lendang Marang, dan Timba Nuh dengan alasan menjaga keamanan rakyat
tetapi sebaliknya mereka melucuti rakyat.
Sejak Desember 1945 Jepang kembali mengambil alih
kursi pemerintahan dengan alasan keamanan tidak terjamin. Pada waktu itu Lombok
Barat dan Lombok Tengah menyerah kepada Jepang, sedangkan Lombok Timur tetap
konsisten sama sekali tidak bersedia menyerahkan pemerintahan kepada Jepang.
Kepala Daerah Lombok R.N. Noeraksa mencoba membujuk Kepala Pemerintah Lombok
Timur Mq. Fadelah untuk menyerahkan kekuasaan, namun sikap beliau yang didukung
para pimpinan perjuangan Lombok Timur
tetap pada pendirian sama sekali tidak bersedia menyerahkan kekuasaan karena
jika menyerahkan kekuasaan maka dicap berhianat kepada pemerintah RI. Gagal
membujuk lewat rapat resmi. R.N.
Noeraksa mengajak Mq. Fadelah, Mq. Ripaah, dan Mq. Muhammad berunding di Suela,
namun uasaha itu juga gagal.
A. Penyerbuan
Markas Tentara Jepang di Barangpanas
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini harus
diupayakan dengan segenap kekuatan didukung dengan senjata. Walaupun
Lasykar-lasykar umumnya terdiri dari orang-orang yang yakin perjuangan mereka
diridhoi Alloh SWT dan umumnya memiliki senjata dari tentara Jepang unruk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan.
Markas tentara jepang di Barang panas, Timbanuh dan
Lendangmarang menjadi incaran tempat merampas senjata. Di Pringgasela, Sayid
Saleh selaku komandan Lasykar BASMI yang terdiri dari kumpulan masyarakat
Anjani, Masbagik, Rempung, Pringgasela dll.
Dengan dukungan tokoh masyarakat, ulama dll, sebanyak
85 orang pemuda pada malam Rabu 11 Desember 1945 bersenjatakan kelewang, keris,
golok menyerbu markas Jepang di Barangpanas desa Kembangkuning. Namun
penyerangan ini gagal karena Lasykar BASMI ini terdiri dari tokoh agama Islam
yang taat tetapi mempunyai kemampuan militer yang kurang mumpuni. Pertempuran
ini memnyebabkan 5 orang pejuang gugur di medan tempur yaitu Bapak Hawa, Bapak
Minah, Bapak Muhammad, Bapak Selamah, dan Alam. Jenazah mereka dimakamkan di
Pringgasela, baru pada tanggal 17 Nopember 1962, kerangka kelima pejuang
tersebut dipindahkan ke Makam Pahlawan Rinjani Selong.
Peristiwa ini semakin menggelorakan para pemuda Lombok
Timur. Semangat kemerdekaan semakin tebal. Api perlawanan suci dari keteguhan
agama Islam menjadi alasan kuat memberontak kepada Jepang.
B. Penyerangan
Markas Jepang Di Wanasaba
Wanasaba merupakan suatu desa yang berada dalam
wilayah Distrik Masbagik Timur yang berpusat di Aikmel. Di Desa Wanasaba ini
ada sebuah pos tentara Jepang untuk menjaga padi yang dikumpulkan di tempat itu.
Pada saat itu rakyat memang sangat tidak senang kepada Jepang. Oleh karena itu,
sepak terjang tentara jepang membuat pemuda lasykar menjadi mendidih.
Puncaknya di Tembeng Putik, desa Mamben Lauk para
pemuda melkukan gangguan terhadap tentara jepang yang berpatroli. Karena ada
gangguan tersebut maka jepang menambah kekuatannya.
Sore Hari Senin 17 Desember 1945 ratusan lasykar
rakyat Tembeng Putik menyerang pos tentara Jepang di Wanasaba dengan senjata
seadanya didorong keyakinan “sabilillah” maka dengan suara takbir “Alloohu
Akbar” rakyat maju menyerbu. Disaat pejuang sudah dekat, Jepang melepaskan
tembakan di udara, namun dengan semangat pantang mundur mereka tidak gentar
sedikitpun. Penyerangan ini sedikitnya menyebabkan 6 pejuang gugur yaitu: H.
Syamsuddin, H. Tahir, Amaq Djainur, Amaq Djahrah, Amaq sapinah, Amaq Muadah,
mereka dimakamkan di Tembeng Putik.
4. Perlawanan
Terhadap NICA
Pada tanggal 18
Maret 1946, sekutu yaitu Inggris bertugas melucuti Jepang di Indonesia mendarat
di Ampenan. Kedatangan Sekutu yang semula disambut gembira oleh rakyat berubah
menjadi kecurigaan karena sekutu datang membonceng NICA.
Belanda dengan
NICAnya sebelum mendarat di Lombok terlebih dulu menguasai Sumbawa untuk
memonitor situasi Lombok. Melihat situasi maka NICA tidak berani mendarat di
Lombok Timur karena sepanjang pantai di Lombok Timur dijaga pemuda BKR.
Koordinator penjaga tersebut antara lain Soedarjo di Pantai Labuhan Haji,
Poetrajab dan Lalu Sahak di Pantai Ijobalit sampai Korleko dan Lalu
Abdoerrahman di Pantai Pringgabaya sampai Sambelia.
Tanggal 19 Maret
1946, Pimpinan tentara sekutu Pitter Kamm melakukan pertemuan dan menyatakan
pemerintah di Lombok diambil alih sekutu. Tentu pernyataan itu sangat ditentang
pimpinan pro republik. Maka pada hari itu pula NICA menunjukkan belangnya
dengan menangkap para pimpinan badan-badan perjuangan baik di Lobar, Loteng,
maupun di Lombok Timur sendiri.
Karena sudah
merasa aman dari gangguan rakyat, maka pada 27 Maret 1946 tentara NICA mendarat
di Lembar. Pada hari itu juga Bendera
Belanda dikibarkan kembali, larangan-larangan kembali diberlakukan. Belanda
menarik simpati rakyat dengan cara membagi-bagikan sandang,pangan,permen dll
kepada rakyat.
A. Mempersiapkan
Aksi Terhadap NICA
Masuknya
NICA membuat para pejuang yang tidak ditangkap menjadi khawatir. Oleh karena
itu, mereka secara sembunyi-sembunyi melakukan koordinasi dan menyampaikan
informasi satu sama lain karena. Taktik ini dilakukan karena NICA selalu
melakukan pengawasan terhadap anggota BKR dan Lasykar BASMI. Di Selong para
pejuang tidak menampakkan aktivitasnya karena berusaha menghindar dan menyebar
ke desa-desa. Para pemuda Selong langsung berhubungan dengan Sayid Saleh selaku
pimpinan Lasykar Pringgasela. H. Moh. Faesal di Pancor diam-diam mempersiapkan
santrinya sebagai pasukan. Sementara Lasykar Tebaban dikoordinir Syah, Maidin
dkk.
Untuk
menghindari pengawasan NICA, para pemuda API mengadakan rapat di Selong. Rapat
ini dilakukan sebagai arena mufakat untuk pergi ke Jawa dan Makassar untuk
mencari bantuan senjata. Esok harinya, Muh. Syah, Maidin dkk, berangkat ke Lb.
Lombok tetapi mereka dicegat NICA ketika mau menaiki perahu. Salah satu pemuda
Selong yaitu M. Salikin juga berencana ke Jawa tapi persembunyiannya di Lb.
Lombok juga digerebek NICA. Pada akhirnya M. Salikin di angkut ke Surabaya dan
dimasukkan ke dalam penjara Kaliosok.
Di
Otak Aik Pancor, terjadi pertemuan singkat antara Djumhur Hakim yang saat itu
sebagai kepala BKR Lendang Nangka, dengan H. Misbah (Kepala Desa Masbagik) dan
Mq. Rojihatun (BKR masbagik). Kelanjutan pertemuan di Otak Aik Pancor itu, pada
tanggal 11 Mei 1946 Mq. Muhammad, Djumhur Hakim, Lalu Sahak, R. Soekro,
Mohasioen, dan Mas Soemidjan. Hasil perundingan mereka antara lain:
·Mengusahakan agar pimpinan yang masih dalam tahanan secepatnya
dikeluarkan
· Akan menghimpun kekuatan untuk mengadakan aksi terhadap NICA
· Membentuk organisasi perjuangan bernama Badan Perjuangan Rakyat
Indonesia (BPRI)
Selanjutnya
terjadi pertemuan di rumah H. Misbah Masbagik pada 27 Mei 1946. Pada pertemuan
itu Sayid Saleh mendesak agar secepatnya melakukan serangan terhadap NICA
sebelum keburu ditangkap. Akhirnya untuk melaksanakan mandat Sayid Saleh
tersebut, para pemuda pejuang seperti R. Soekarso, R. Soejatim, Soewoso, H. Akhmad
Rifai, Mastoer Rais, Lalu Djumudin, dan Badaroeddin berkumpul di rumah M. Asmo
di Selong. Tak ketinggalan para pelajar Lombok Timur yang sekolah di
Mataram seperti Lalu Muslihin dan
Muchtar juga ikut menentang NICA karena Kepala Sekolah mereka ditangkap dan
diganti oranorang NICA.
Melihat
pergerakan-pergerakan pejuang itu, NICA menjadi resah. Dan keresahan itu
terbukti ketika pada Mei 1946 Lasykar Banteng Hitam pimpinan Djumhur Hakim
mulai melakukan gangguan kepada NICA. Gangguan tersebut berupa pengibaran
bendera Merah Putih di depan sekolah Dwi Sempurna, penempelan bendera Merah
Putih berukuran kecil di Pasar Sapi Masbagik, dan penempelan spanduk atau
plakat di Gapura Masjid Masbagik yang berbunyi:
“Kepada saudara-saudara putra Sasak disampaikan ucapan
terima kasih atas sambutan saudara-saudara. Kepada saudara putra Indonesia suku
Ambon insyaflah akan panggilan ibu pertiwi. Kepada bangsa asing terutama
Tionghoa jangan menghalangi perjuangan suci kami. Ketahuilah pimpinan-pimpinan
RI sedang mengadakan perundingan dengan H.J. Van Mook pimpinan NICA. Jawa,
Madura, Sumatra sudah diserahkan kecuali Borneo, Selebes, Kepulauan Maluku,
Nuiginia, Kepulauan Sunda Kecil sedang dalam penyelesaian. Ketahuilah Banteng
Hitam sudah lama bersarang di Pulau Lombok. Tunggu tanggal mainnya”
Tulisan
plakat ini membuat NICA marah besar, NICA menghujani plakat ini dengan peluru
sambil menantang Banteng Hitam. Kaki tangan NICA berkeliaran mengawasi rakyat.
Rakyat diperalat untuk antipati kepada Banteng Hitam. Bukti berhasilnya hasutan
NICA itu, muncul plakat yang berbunyi: “Hai
Banteng Hitam tunjukkan hidungmu ! rumah potong hewan sudah sedia ! pisau sudah
tajam, akan kami babat kamu menjadi lawar” di salah satu rumah potong hewan
di Kopang.
Oleh
pemuda Kopang plakat tersebut dibalas dengan tulisan: “Sekali Merdeka! Tetap Merdeka! Hidup Merdeka atau Mati! ” di
tembok masjid Pengoros.
Lasykar
Pejuang di Lombok Timur menetapkan tanggal 2 Juni 1946 sebagai waktu yang tepat
menyerang markas tentara NICA di Selong. Berita ini tersebar ke seluruh pelosok
Lombok Timur, bahkan sampai ke Lombok Barat yaitu dengan dibuktikan bahwa
beberapa hari sebelum penyerangan para pimpinan perjuangan yang ditahan di
Mataram mengetahui rencana itu dari mandor penjara.
Sehari
sebelum penyerangan secara diam-diam Sayid Saleh pergi ke Tebaban, Pancor, dan
Anjani untuk menyiapkan Lasykar. Penyerangan ini diatur pembagian tugas.
Lasykar Tuntel pimpinan Yek Ismail dan Saman langsung ke Pancor. H. Machsun
mengatur strategi di Kokok Masbagik Daya, sementara H. Misbah memimpin
pemutusan kawat telepon dan memasang rintangan agar NICA yang membantu dari
Mataram tidak bisa lewat.
Singkat
cerita penyerangan ini gagal karena NICA memprovokasi rakyat dengan mengatakan
bahwa akan ada perampok dari jurusan barat menuju Selong. Masyarakat Pancor
diancam jika perampok bisa masuk Pancor maka NICA tidak segan-segan akan
membumihanguskan Pancor. Di Rempung rakyat diancam akan dibakar desanya jika
tidak mau keluar rumah untuk menghalangi pasukan Sayid Saleh. Oleh karena
itulah, Sayid Saleh dan pasukannya mengurungkan niat menyerang NICA karena
khawatir akan terjadi pertempuran dengan sesama rakyat.
B. Pertempuran
7 Juni di Selong
Setelah
gagalnya penyerangan markas tentara NICA pada tanggal 2 Juni 1946 dan
penangkapan para pemimpin pejuang di daerah, para pejuang yang masih bebas dari
tangkapan NICA mengadakan hubungan-hubungan dan koordinasi untuk mengadakan
perlawanan kembali.
Pada hari Kamis, 6 Juni 1946 di rumah H. Muhammad, desa
Pringgesela, penyerbuan itu direncanakan. Bersama Sayid Saleh, Djumhur Hakim
dari Lendangnangka, Muh. Syah dan Maidin dari Selong, Sayid Salim dari Tebaban,
Amaq Arisah dari Anjani membahas taktik penyerangan. Hari itu juga Sayid Saleh
dengan Djumhur Hakim pergi ke Lenek dan Kalijaga untuk menghimpun laskar yang
akan bergabung dengan Lasykar Sayid Saleh di Pringgesela nanti. Diputuskan
penyerbuan harus dilakukan secepatnya sebelum pihak NICA mengadakan
penangkapan-penangkapan kembali. Strategi penyerbuan diatur. Lasykar-lasykar
pejuang dari Tebaban, Dasan Borok, Suralaga, Anjani, dibawah pimpinan Sayid
Salim, Amaq Arisah, Muh. Syah dan Maidin akan mengadakan penyerangan dari
sektor utara.
Lasykar dari Pringgesela, Lendangnangka, Kumbung, Danger, Kalijaga dan Lenek
mengadakan konsentrasi di Danger untuk kemudian bergerak ke Selong. Pasukan ini
akan memasuki Kota Selong dari Sektor Utara.
Pimpinan pejuang rakyat dari Pancor, H.Moh.Faisal, mengadakan
koordinasi dengan Sayid Saleh di Pringgasela. Dicapai kesepakatan untuk
mengadakan konsentrasi pasukan di Bungbasari pada tengah malam sebelum
penyerbuan.
Selepas Sholat
Asyar, Lasykar BASMI pimpinan Sayid Saleh dari Pringgasela bergabung dengan Lasykar
Banteng Hitam pimpinan Djumhur Hakim di Pertigaan Kultur. Kemudian berikutnya bergabung juga lasykar-lasykar dari
Kumbung dan Danger. Menelusuri jalan-jalan kecil yang aman dari incaran kaki
tangan NICA, pasukan bergerak secara sembunyi-sembunyi melalui Lendang Keseo,
Rumeneng, Utara Padamara ke Timur Paok Pampang. Ditempat ini bergabung lasykar
dari Dasan Lekong pimpinan Lalu Muhdar menuju Pancormanis, ke pertigaan Denggen menuju Batu Belek,
ke dusun Ketangga melalui utara Gunung Kembar sampai tempat konsentrasi pasukan di Bungbasari. Di Bungbasari
strategi penyerbuan markas NICA di Kota Selong dimantapkan.
Hari Jum’at malam Sabtu tanggal 7 Juni 1946 dini hari
dengan suara takbir yang bergemuruh “ Alloohu Akbar “ Lasykar-lasykar pejuang Lombok Timur
dengan bersenjatakan keris, golok,
kelewang, bambo runcing dan lain-lain mengempur Markas Gajah Merah milik tentara NICA. Mendahului pasukan lainnya Sayid Saleh dan kawan-kawannya mengamuk dengan
kelewangnya membabat tentara NICA yang panik karena serangan mendadak ini.
Ketika Lasykar-lasykar berikutnya mulai merangsek maju, baru tentara NICA
ini mulai menyadari serbuan ini.
Pasukan Lasykar Rakyar mundur teratur karena tidak dapat
mengimbangi peralatan persenjataan musuh. Persenjataan memang senjata tradisional,
diketahui waktu itu senjata api berupa pistol hanya sepucuk yang dipegang oleh
H.Moh.Faisal.
Malam itu pada pertempuran 7 Juni 1946 di Kota Selong,
Sayid Saleh bersama H.Moh.Faisal, dan Abdullah gugur di markas tentara Gajah
Merah. Sementara di pihak NICA sejumlah 8 orang yang tewas. Malam itu secara rahasia semua tentara NICA yang tewas ini diangkat
dan dikuburkan di Mataram.
Pada esok harinya ketiga jenazah pejuang ini dimakamkan
oleh para santri dari perguruan NW Pancor. Atas petunjuk TGH.Muhammad Zainuddin
Abd.Majid, jenazahnya dimakamkan sebagai sahid di perkuburan umum Selong.
Tidak seimbangnya kekuatan dalam perlawanan rakyat ini
memang sudah dapat dibayangkan. Terbatasnya pengalaman perang dari Lasykar dan
rakyat sangat berpengaruh, disamping tersedianya persenjataan. Strategi yang tidak
didukung penguasaan sandi-sandi peranng menyebabkan lemahnya pertukaran
informasi antara Lasykar. Lasykar rakyat hanya dibekali tekad dan semangat,
serta keyakinan akan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, tiada pilihan lain
“ Merdeka atau Mati”.
Akhirnya sejak pertempuran ini,
NICA menghasut rakyat untuk berdemonstrasi keliling kota Selong untuk
memojokkan pejuang-pejuang. Banyak pejuang dari sekitar Pringgabaya, Masbagik,
Lendang Nangka, Lenek, Tebaban, Gapuk, Rumbuk, Lepak, Rarang, dan Dasan Lekong
ditahan di penjara Selong dan sebagian dikirim ke penjara Denpasar dan Ambon.
Keadaan seperti ini berlangsung sampai
penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Bersamaan dengan itu pula
masyarakat Lombok Timur menyambut hidup baru yaitu bebas dari penjajahan.
Sumber:
- Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Dewan Harian Angkatan 45 Lombok Timur. 1994
baguuusss backgroundnya bung.....
BalasHapushahahahaha
mantap blogx bung
BalasHapusGood bung
BalasHapusMENARIIK JUGA SEJARAHNYA LOTIM_NYA DALAM KONTRIBUSI DEMI KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA KITA ,,,,,,,,,,,,Heeeeee..he
BalasHapusJelas bung, Lotim berperan besar dlm perjuangan merebut kemerdekaan
Hapuskedepannya kita harus sadar bahwa perjuangan merebut kemerdekaan di daerah kita gumi PATUH KARYA tidak kalah heroid dibanding daerah lain di INDONESIA
BalasHapusvisca lotim# forza lotimo# salam satu jiwa lotim# true lotim# gg lotim# bravo lotim
Tentu itu, Lotim satu2nya daerah di Lombok ini yg ndk mau tunduk pada penjajah
Hapus