Kamis, 24 Mei 2012

PROSES PERUBAHAN DARI SISTEM TEOKRASI KE AUTOKRASI, DARI AUTOKRASI KE ARISTOKRASI, DAN DARI ARISTOKRASI KE DEMOKRASI

Disusun Oleh: Harfian Ahdi Aula

A. Proses Perubahan Dari Sistem Teokrasi Ke Autokrasi
Istilah teokrasi diserap dari bahasa Yunani, theos (tuhan) dan kratein (memerintah), yang terjemahan bebasnya: pemerintahan tuhan. Kata demokrasi juga dari bahasa Yunani, demos (rakyat) dan kratein, dan diartikan sebagai: pemerintahan rakyat.
Dalam sistim pemerintahan tuhan, negara teokrasi dipimpin oleh seseorang atau sekelompok orang dari golongan pemimpin agama (clergy) dan menjalankan ketentuan agama yang diakui negara dalam pemerintahannya. Pada beberapa negara tertentu, pemimpin negara ini malah dianggap sebagai wakil tuhan atau bahkan terkadang jelmaan tuhan. Konsekwensinya, pemimpin negara adalah dari kalangan agamawan. Ketentuan yang dijalankan adalah amanah tuhan yang tersurat dalam kitab suci dan diperuntukan untuk rakyat.
Dalam sejarahnya sistem Teokrasi sudah lama ada yaitu pada masa Mesir kuno yaitu setiap raja fir’aun menganggap dirinya sebagi Tuhan ataupun anak Tuhan.Di Romawi sistem ini  dimulai pada abad ke 4, yaitu raja-raja selalu didampingi oleh para pendeta yang berfungsi sebagai alat legitimasi setiap kebijakan kerajaan. Adanya hubungan yang akrab antara raja dan pendeta inilah sehingga rakyat dibius oleh pendeta agar tetap rela menderita di bawah bayang-bayang penguasa feodal atas nama agama. Hegemoni gereja terhadap kerajaan ini ternyata malah memperparah kehidupan masyarakat, sehingga dari tahun 476M sampai abad 14 dinamakan dark ages. Di tengah ketertindasan ini maka bermunculanlah orang-orang yang sadar untuk merubah sistem kerajaan dan kehidupan yag tengah mereka alami ini.
Pada masa ini bangsa Barat mengalami keterkungkungan yang luar biasa, karena pada masa ini gereja mengendalikan seluruh kehidupan bernegara dan beragama berada dibawahnya. Padahal, kebijakan-kebijakan gereja pada waktu itu tidak sesuai dengan akal dan fitrah manusia. Karenanya banyak para filosof dan ilmuan yang berakhir dengan kematian yang mengenaskan karena observasinya bertentangan dengan kebijakan gereja yang mereka anggap sebagai “Hukum Tuhan”. Sehingga Galileo Galilei mendapat penyiksaan dan pemerkosaan intelektual dari gereja, karena dia beranggapan bahwa bumi berputar pada porosnya dan observasi ini bertentangan dengan kebijakan gereja yang bersifat absurd.
Mulai abad ke 11 muncul kesadaran baru di tengah-tengah masyarakat kota, gerakan ini diikuti dengan serentetan protes dan perlawanan sosial dalam menentang dominasi dan eksploitasi kaum gereja. Di Perancis dikomandoi oleh Peter Waldensons, seorang pedagang kaya raya dari Lyons, para pengikutnya disebut “Waldension”. Mereka menyerang sakramen dan Hierarki gereja. Kelompok Albigenes menolak hal yang sama, juga menolak katolik Roma pada umumnya.
Di biara Benedict, di Cluniy diadakan protes terhadap praktik-praktik menyimpang para pendeta, moralitas serta urgensi kaum pendeta di Biara. Kemudian pada tahun 1073M meletus peristiwa “Pembaharuan Hildebrandine”, yang mengusung pemberontakan melawan kemapanan dan sikap eksploitasi eksklusif kaum gereja.
Penentangan terhadap hegemoni gereja ini tidak hanya dilakukan oleh non-agamawan, tapi juga dipelopori oleh para tokoh agamawan. Diantaranya Martin Luther (1483-1546) yang menulis 95 dalil untuk melawan “Sakramen” yang dijual gereja pada tanggal 31 Oktober 1517. Pada abad 15-16, proses penentangan terhadap gereja ini mulai mengkristal menjadi pengusungan ide sekularisasi dan dimulai babak renaissance dan Eropa Enlighment. Kekuasaan dominasi gereja beserta dogmanya berhasil diruntuhkan, dipinggirkan dalam ranah privat sehingga muncullah Autokrasi kekuasaan yang dipegang oleh satu orang saja tanpa campur tangan gereja.
B.  Proses Perubahan Dari Sistem Autokrasi Ke Aristokrasi
Autokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratĂ´r yang secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”. Autokrasi pada hakikatnya merupakan suatu sistem dimana seorang raja atau kaisar merupakan penguasa tunggal yang kadang-kadang dianggap sebagai utusan Tuhan yang tidak boleh dilanggar. Dalam sistem ini kekuasaan itu mutlak yaitu tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dan seorang pemimpin itu tidak pernah salah. Salah satu contoh pemerintahan yang Autokrasi ini dapat kita lihat pada pemerintahan di Rusia pada abad 18-19. Pada masa itu Rusia dipimpin oleh Tsar (kaisar) yang punya kekuasaan penuh dan tidak ada prinsip check and balance antara pemimpin dan parlemen karena parlemen harus tunduk pada Tsar.
Perkembangan sistem Autokrasi ini lama-kelamaan ditentang oleh berbagai pihak karena sistem ini jauh dari kata keadilan dan berpeluang munculnya Otoriterisme dan diktator yang ditandai dengan Infrastruktur dan fasilitas dikendalikan oleh satu orang, aturan datang dari satu orang, kekuasaan seolah-olah hanya milik raja, tidak boleh menentang raja, kekuasaan tidak terbatas dsb. Oleh karena itu maka muncullah sistem Aristokrasi atau bentuk pemerintahan yang dipegang oleh kaum yang paling baik yaitu kaum bangsawan. Pihak-pihak ini memilih sistem Aristokrasi karena sistem Aristokrasi ini memiliki beberapa keunggulan antara lain:
1)      Bentuk Pemerintahan Alami
Dikatakan sebagai bentuk pemerintahan alami, karena aristokrasi menekankan kualitas daripada kuantitas. Masyarakat pada umumnya lemah akan wawasan politik, dari sebab ini menimbulkan ketidak mampuan mereka menggunakan kekuatan politik dengan efisien. Mereka selalu mengekang agar pemerintahan berada ditangan orang bijak, berpengalaman dan bertanggung jawab terhadap tugas.
2)      Bentuk Pemerintahan yang Moderat
Menurut Montesquieu, Aristokrasi tidak akan bisa bertahan, jika diantara keputusan kelompok tidak searah atau moderasi. Moderasi ini mendiktekan semua kebutuhan untuk keselamatan; mereka juga harus mengingat akan subjek rakyat jelata, yang merupakan jumlah dan sumber fisikal tertinggi. namun, jika mereka tidak searah, maka kemungkinan besar pemberontakan akan timbul dengan sendirinya. Oleh karena itu pemerintahan aristokrasi jarang mengambil langkah terburu-buru. Aristokrasi selalu berhati- hati dalam hal bertindak, bahkan menjauhi kezaliman dan Mobokrasi.
3)      Bentuk Pemerintahan Konservatif
Aristokrasi selalu kolot dari segi pandangan. Kebutuhan mereka selalu didiktekan untuk keselamatan, dengan merujuk kepada institusi yang lama. Dari segi inilah mereka berlawanan dengan perubahan revolusinari, dan tidak mau meninggalkan kebiasaan yang lama. Mereka respek terhadap tradisi dan mencari jalan untuk memeliharanya. Sebuah elemen dari konservatisme sangat penting untuk kebaikan masyarakat dan Negaranya. Revolusi besar-besaran hanya merubah dan membuang seluruh perlengkapan pabrik sosial.
4)      Menghasilkan Perkembangan
Ahli sejarah membuktikan secara logis dan jelas akan aristokrat. Dalam sejarah setiap bangsa memiliki masa keemasan pada saat ariktokrasi menjadi sistem pemerintahan. Sejarah melahirkan fakta-fakta sebagai saksi prestasi dalam segi keilmuan, seni dan sastra, dimana lahir pada masa aristokrasi. Henry Maine mengatakan, perkembangan manusia disebabkan dengan bangkit dan terpuruknya aristokrasi, dengan formasi satu aristokrasi dengan yang lainnya, hingga rangkaian satu aristokrasi dengan yang lainnya.
5)      Berdasarkan Kualitas
Aristokrasi menekankan kualitas, hal ini berlawanan dengan istilah jumlah dan kuantitas. Banyak ilmuwan membela pemerintahan monarki dan aristokrasi dengan berpendapat bahwa sistem yang diberikan kepada komunitas merupakan putusan kelompok, dimana menjadi ahli waris dari para leluhur, lalu meneruskan kepemimpinan sebagai pengganti, dan melayani tradisi publik, pengalaman, pengetahuan dan urusan administratif, bahkan dipercayai untuk memimpin komunitas dengan kejujuran dan ketaatan.

C. Proses Perubahan Dari Sistem Aristokrasi Ke Demokrasi
Aristokrasi diambil dari bahasa Yunani kuno yaitu aristos  berarti terbaik sedangkan  kratia berarti untuk memimpin . Jadi aristokrasi adalah pemerintahan terbaik yang dipimpin oleh orang- orang terpilih yang dalam perspektif  Yunani yang dimaksud dengan yang terbaik adalah mereka yang memiliki kecakapan yang tinggi, berpendidikan, berpengalaman dan bermoral tinggi
Aristokrasi pada awalnya merupakan sistem yang diharapkan membawa rakyat menjadi sejahtera tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, banyak negara yang memakai sistem ini mulai meninggalkannya karena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Mustahil Untuk Menemukan Penguasa yang Sempurna
Kebanyakan pemberitaan argumen berlawanan dengan aristokrasi, dimana ia tidak memiliki metode logis dalam hal menemukan pemimpin yang baik dan setia. Dari sini timbullah pertanyaan; apa saja kriteria dari intelektual dan keunggulan moral? kriteria kekayaan, bakat militer dan keturunan sama sekali tidak dapat diterima. Sejarah mengajarkan kita, apa saja yang diperlukan untuk kebaikan manusia. Sebaliknya sesorang yang rusak moral dan sesat, membuat mereka congkak dan lepas dari sifat simpati, kebajikan dan kerendahan hati.
Kelompok militer seringkali berlaku kasar, lepas dari pengalaman politik dan wawasan dalam memahami masyarakat, sombong, tidak sabar bahkan tunduk kepada nafsu yang tidak dapat terkendalikan. Bagaimanapun, sisi buruk militer dalam aristokrasi sering menjerat Negara kedalam perang agresif, dimana selalu membawa malapetaka. Semasa aristokrasi turun-temurun terdapat banyak kegelisahan, dimana didalamnya secara mutlak tidak terdapat dasar kebenaran yang pasti. Penguasa yang baik adalah penguasa yang tidak memelihara nafsu pribadi. Aristokrasi ini berubah menjadi pemerintahan yang bersifat Oligarki yaitu pemerintahan yang mengabdi kepada kelompoknya saja sehingga mayoritas warga Negara tidak mempunyai peranan langsung atau terlembaga dalam pembuatan kebijakan, mereka tidak bisa berperan serta dalam pemilihan umum, dan mereka tidak terorganisasikan ke dalam lembaga-lembaga politik yang bersaing atau kelompok-kelompok kepentingan yang mudah dikenali.
2.      Aristokrasi Menciptakan Divisi yang Tidak Wajar.
Aristokrasi memimpin pemecahan divisi dalam komunitas, baik dari sisi penguasa maupun rakyat. Kelompok yang memimpin merasa lebih hebat dan memandang rendah terhadap rakyat jelata. Para aristokrat selalu menindas kaum lemah, dimana hal ini tidak dapat tertahankan, karena diiringi dengan kesombongan. Perlakuan terhadap budak- budak oleh Spartan dan tindasan terhadap kaum Plebian, yang dilakukan para bangsawan Roman merupakan satu contoh sisi buruk yang nyata.
3.      Kekakuan yang Berlebihan
Masyarakat merupakan makhluk yang dinamis dan dari ini Negara yang abadi akan mengalami perusahan terus-menerus. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang bisa mengadopsi perubahan sosial dan kondisi ekonomi. Akan tetapi aristokrasi sangat konservatif dalam pandangan dan terlalu gelisah akan keselamatan dirinya bila menghadapi perubahan. Aristokrasi feodal eropa terhapus dengan sendirinya, disebabkan gagal dalam menjaga langkah masa.
Dengan ketiga sebab di atas banyak negara yaitu sesudah perang dunia kedua menyatakan diri sebagai negara demokrasi yang antara negara yang satu dengan yang lain penerapan istilah demokrasi ini berbeda-beda. Dalam pelaksanaannya ini terdapat banyak aliran dari demokrasi . Namun diantaranya ada dua aliran yang penting yaitu Demokrasi Konstitusional dan Demokrasi Komunisme. Pada awalnya, kedua aliran kelompok demokrasi ini berasal dari Eropa, namun setelah Perang Dunia ke-2 juga didukung oleh beberapa negara baru di Asia. Demokrasi Konstitusional ini diikuti oleh Pakistan, India, Indonesia dan Filipina meskipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan dan gaya hidup dalam negara-negara itu sedangkan Demokrasi Komunis diiikuti oleh Cina dan Korea Utara.
Istilah Demokrasi ini didefinisiikan secara singkat sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apabila pengertian dasar ini digunakan untuk membandingkan dua kelompok aliran demokrasi diatas, maka terlihat adanya penerapan demokrasi dalam dua kelompok aliran yang bertentangan. Terdapat perbedaan fundamental antara demokrasi konstitusional dan demokrasi yang terbatas kekuasaannya dalam suatu negara hukum yang tunduk pada Rule Of Law. Sebaliknya, demokrasi yang mendasarkan pada komunisme mencita-citakan pemerintah yang tidak terbatas kekuasaannya dan bersifat totaliter. Penerapan Demokrasi dalam kelompok aliran Komunisme ini sesungguhnya bertentangan dengan makna dasar Demokrasi itu sendiri.

Referensi:
·    Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
·  Tim Dosen UGM. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma
·   http://fernandomicovetra.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar