Disusun Oleh: Harfian Ahdi Aula
A. Proses Perubahan Dari
Sistem Teokrasi Ke Autokrasi
Istilah
teokrasi diserap dari bahasa Yunani, theos (tuhan) dan kratein
(memerintah), yang terjemahan bebasnya: pemerintahan tuhan. Kata demokrasi
juga dari bahasa Yunani, demos (rakyat) dan kratein, dan
diartikan sebagai: pemerintahan rakyat.
Dalam sistim pemerintahan
tuhan, negara teokrasi dipimpin oleh seseorang atau sekelompok orang dari
golongan pemimpin agama (clergy) dan menjalankan ketentuan agama yang
diakui negara dalam pemerintahannya. Pada beberapa negara tertentu, pemimpin
negara ini malah dianggap sebagai wakil tuhan atau bahkan terkadang jelmaan
tuhan. Konsekwensinya, pemimpin negara adalah dari kalangan agamawan. Ketentuan
yang dijalankan adalah amanah tuhan yang tersurat dalam kitab suci dan
diperuntukan untuk rakyat.
Dalam sejarahnya sistem Teokrasi
sudah lama ada yaitu pada
masa Mesir kuno yaitu setiap raja fir’aun
menganggap dirinya sebagi Tuhan ataupun anak Tuhan.Di Romawi
sistem ini dimulai pada abad ke 4, yaitu raja-raja selalu
didampingi oleh para pendeta yang berfungsi sebagai alat legitimasi setiap
kebijakan kerajaan. Adanya hubungan yang akrab antara raja dan pendeta
inilah sehingga rakyat dibius oleh pendeta agar
tetap rela menderita di bawah bayang-bayang penguasa feodal atas nama agama. Hegemoni gereja terhadap kerajaan
ini ternyata malah memperparah kehidupan masyarakat, sehingga dari tahun 476M
sampai abad 14 dinamakan dark ages. Di tengah ketertindasan ini maka
bermunculanlah orang-orang yang sadar untuk merubah sistem kerajaan dan
kehidupan yag tengah mereka alami ini.
Pada masa ini bangsa Barat mengalami keterkungkungan
yang luar biasa,
karena pada masa ini gereja mengendalikan seluruh kehidupan
bernegara dan beragama berada dibawahnya. Padahal, kebijakan-kebijakan gereja
pada waktu itu tidak sesuai dengan akal dan fitrah manusia. Karenanya banyak
para filosof dan ilmuan yang berakhir dengan kematian yang mengenaskan karena
observasinya bertentangan dengan kebijakan gereja yang mereka anggap sebagai
“Hukum Tuhan”. Sehingga Galileo Galilei mendapat penyiksaan dan pemerkosaan
intelektual dari gereja, karena dia beranggapan bahwa bumi berputar pada
porosnya dan observasi ini bertentangan dengan kebijakan gereja yang bersifat absurd.
Mulai abad ke 11 muncul kesadaran
baru di tengah-tengah masyarakat kota, gerakan ini diikuti dengan serentetan
protes dan perlawanan sosial dalam menentang dominasi dan eksploitasi kaum
gereja. Di Perancis dikomandoi oleh Peter Waldensons, seorang pedagang kaya
raya dari Lyons, para pengikutnya disebut “Waldension”. Mereka menyerang
sakramen dan Hierarki gereja. Kelompok Albigenes menolak hal yang sama, juga
menolak katolik Roma pada umumnya.
Di biara Benedict, di Cluniy
diadakan protes terhadap praktik-praktik menyimpang para pendeta, moralitas
serta urgensi kaum pendeta di Biara. Kemudian pada tahun 1073M meletus
peristiwa “Pembaharuan Hildebrandine”, yang mengusung pemberontakan melawan kemapanan
dan sikap eksploitasi eksklusif kaum gereja.
Penentangan terhadap hegemoni gereja
ini tidak hanya dilakukan oleh non-agamawan, tapi juga dipelopori oleh para
tokoh agamawan. Diantaranya Martin Luther (1483-1546) yang menulis 95 dalil
untuk melawan “Sakramen” yang dijual gereja pada tanggal 31 Oktober 1517. Pada
abad 15-16, proses penentangan terhadap gereja ini mulai mengkristal menjadi pengusungan
ide sekularisasi dan dimulai babak renaissance dan Eropa Enlighment. Kekuasaan
dominasi gereja beserta dogmanya berhasil diruntuhkan, dipinggirkan dalam ranah
privat sehingga
muncullah Autokrasi kekuasaan yang dipegang oleh satu orang saja tanpa campur
tangan gereja.
B. Proses Perubahan Dari Sistem Autokrasi Ke Aristokrasi
Autokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya
dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratĂ´r
yang secara literal berarti “berkuasa sendiri” atau “penguasa tunggal”. Autokrasi pada hakikatnya
merupakan suatu sistem dimana seorang raja atau kaisar merupakan penguasa
tunggal yang kadang-kadang dianggap sebagai utusan Tuhan yang tidak boleh
dilanggar. Dalam sistem ini kekuasaan itu mutlak yaitu tidak boleh diganggu
gugat oleh siapapun dan seorang pemimpin itu tidak pernah salah. Salah satu
contoh pemerintahan yang Autokrasi ini dapat kita lihat pada pemerintahan di
Rusia pada abad 18-19. Pada masa itu Rusia dipimpin oleh Tsar (kaisar) yang
punya kekuasaan penuh dan tidak ada prinsip check and balance antara pemimpin
dan parlemen karena parlemen harus tunduk pada Tsar.
Perkembangan sistem Autokrasi ini lama-kelamaan ditentang oleh berbagai
pihak karena sistem ini jauh dari kata keadilan dan berpeluang munculnya
Otoriterisme dan diktator yang ditandai dengan Infrastruktur dan fasilitas
dikendalikan oleh satu orang, aturan datang dari satu orang, kekuasaan
seolah-olah hanya milik raja, tidak boleh menentang raja, kekuasaan tidak
terbatas dsb. Oleh karena itu maka muncullah sistem Aristokrasi atau bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh kaum yang paling baik yaitu kaum bangsawan.
Pihak-pihak ini memilih sistem Aristokrasi karena sistem Aristokrasi ini
memiliki beberapa keunggulan antara lain:
1) Bentuk Pemerintahan Alami
Dikatakan sebagai bentuk pemerintahan
alami, karena aristokrasi menekankan kualitas
daripada kuantitas. Masyarakat pada umumnya lemah akan wawasan politik, dari
sebab ini menimbulkan ketidak mampuan mereka menggunakan kekuatan politik
dengan efisien. Mereka selalu mengekang agar pemerintahan berada ditangan orang
bijak, berpengalaman dan bertanggung jawab terhadap tugas.
2)
Bentuk Pemerintahan yang
Moderat
Menurut
Montesquieu, Aristokrasi tidak akan bisa bertahan, jika diantara
keputusan kelompok tidak searah atau moderasi. Moderasi ini mendiktekan semua
kebutuhan untuk keselamatan; mereka juga harus mengingat akan subjek rakyat
jelata, yang merupakan jumlah dan sumber fisikal tertinggi. namun, jika mereka
tidak searah, maka kemungkinan besar pemberontakan akan timbul dengan
sendirinya. Oleh karena itu pemerintahan aristokrasi jarang mengambil langkah
terburu-buru. Aristokrasi selalu berhati- hati dalam hal
bertindak, bahkan menjauhi kezaliman dan Mobokrasi.
3)
Bentuk Pemerintahan Konservatif
Aristokrasi selalu
kolot dari segi pandangan. Kebutuhan mereka selalu didiktekan untuk
keselamatan, dengan merujuk kepada institusi yang lama. Dari segi inilah mereka
berlawanan dengan perubahan revolusinari, dan tidak mau meninggalkan kebiasaan
yang lama. Mereka respek terhadap tradisi dan mencari jalan untuk memeliharanya.
Sebuah elemen dari konservatisme sangat penting untuk kebaikan
masyarakat dan Negaranya. Revolusi besar-besaran hanya merubah
dan membuang seluruh perlengkapan pabrik sosial.
4)
Menghasilkan Perkembangan
Ahli sejarah
membuktikan secara logis dan jelas akan aristokrat. Dalam sejarah
setiap bangsa memiliki masa keemasan pada saat ariktokrasi menjadi sistem
pemerintahan. Sejarah melahirkan fakta-fakta sebagai saksi
prestasi dalam segi keilmuan, seni dan sastra, dimana lahir pada masa
aristokrasi. Henry Maine mengatakan, perkembangan
manusia disebabkan dengan bangkit dan terpuruknya aristokrasi, dengan formasi
satu aristokrasi dengan yang lainnya, hingga rangkaian satu aristokrasi dengan
yang lainnya.
5) Berdasarkan Kualitas
Aristokrasi menekankan kualitas,
hal ini berlawanan dengan istilah jumlah dan kuantitas.
Banyak ilmuwan membela pemerintahan monarki dan aristokrasi
dengan berpendapat bahwa sistem yang diberikan
kepada komunitas merupakan putusan kelompok, dimana menjadi ahli waris dari
para leluhur, lalu meneruskan kepemimpinan sebagai pengganti, dan melayani
tradisi publik, pengalaman, pengetahuan dan urusan administratif,
bahkan dipercayai untuk memimpin komunitas dengan kejujuran dan ketaatan.
C. Proses Perubahan Dari Sistem Aristokrasi Ke Demokrasi
Aristokrasi diambil dari bahasa Yunani kuno yaitu
aristos berarti terbaik sedangkan kratia berarti
untuk memimpin . Jadi aristokrasi adalah
pemerintahan terbaik yang dipimpin oleh orang- orang terpilih yang dalam perspektif Yunani yang dimaksud dengan yang terbaik
adalah mereka yang memiliki kecakapan yang tinggi, berpendidikan,
berpengalaman dan bermoral tinggi
Aristokrasi
pada awalnya merupakan sistem yang diharapkan membawa
rakyat menjadi sejahtera tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, banyak
negara yang memakai sistem ini mulai meninggalkannya karena disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain:
1.
Mustahil Untuk Menemukan Penguasa yang Sempurna
Kebanyakan
pemberitaan argumen berlawanan dengan aristokrasi, dimana ia tidak memiliki
metode logis dalam hal menemukan pemimpin yang baik dan setia. Dari sini
timbullah pertanyaan; apa saja kriteria dari
intelektual dan keunggulan moral? kriteria
kekayaan, bakat militer dan keturunan sama sekali tidak dapat diterima. Sejarah
mengajarkan kita, apa saja yang diperlukan untuk kebaikan manusia. Sebaliknya
sesorang yang rusak moral dan sesat, membuat mereka congkak dan lepas dari
sifat simpati, kebajikan dan kerendahan hati.
Kelompok militer
seringkali berlaku kasar, lepas dari pengalaman politik dan wawasan dalam
memahami masyarakat, sombong, tidak sabar bahkan tunduk kepada nafsu yang tidak
dapat terkendalikan. Bagaimanapun, sisi buruk militer dalam aristokrasi sering
menjerat Negara kedalam perang agresif,
dimana selalu membawa malapetaka. Semasa aristokrasi turun-temurun terdapat
banyak kegelisahan, dimana didalamnya secara mutlak tidak terdapat dasar
kebenaran yang pasti. Penguasa yang baik adalah penguasa yang tidak memelihara
nafsu pribadi. Aristokrasi ini berubah menjadi
pemerintahan yang bersifat Oligarki yaitu pemerintahan yang mengabdi kepada
kelompoknya saja sehingga mayoritas warga Negara tidak mempunyai peranan
langsung atau terlembaga dalam pembuatan kebijakan, mereka tidak bisa berperan
serta dalam pemilihan umum, dan mereka tidak terorganisasikan ke dalam
lembaga-lembaga politik yang bersaing atau kelompok-kelompok kepentingan yang
mudah dikenali.
2.
Aristokrasi
Menciptakan Divisi yang Tidak Wajar.
Aristokrasi memimpin pemecahan
divisi dalam komunitas, baik dari sisi penguasa maupun rakyat. Kelompok yang
memimpin merasa lebih hebat dan memandang rendah terhadap rakyat jelata. Para
aristokrat selalu menindas
kaum lemah, dimana hal ini tidak dapat tertahankan, karena diiringi dengan
kesombongan. Perlakuan terhadap budak- budak oleh Spartan dan tindasan terhadap
kaum Plebian, yang dilakukan para bangsawan
Roman merupakan satu contoh sisi buruk yang nyata.
3.
Kekakuan yang Berlebihan
Masyarakat merupakan makhluk yang
dinamis dan dari ini Negara yang abadi akan mengalami perusahan terus-menerus.
Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang bisa mengadopsi perubahan
sosial dan kondisi ekonomi. Akan tetapi aristokrasi sangat konservatif dalam
pandangan dan terlalu gelisah akan keselamatan dirinya bila menghadapi
perubahan. Aristokrasi feodal eropa terhapus dengan sendirinya, disebabkan
gagal dalam menjaga langkah masa.
Dengan
ketiga sebab di atas banyak negara yaitu sesudah perang dunia kedua menyatakan
diri sebagai negara demokrasi yang antara negara yang satu dengan yang lain
penerapan istilah demokrasi ini berbeda-beda. Dalam pelaksanaannya ini terdapat
banyak aliran dari demokrasi . Namun diantaranya ada dua aliran yang penting
yaitu Demokrasi Konstitusional dan Demokrasi Komunisme. Pada awalnya, kedua
aliran kelompok demokrasi ini berasal dari Eropa, namun setelah Perang Dunia
ke-2 juga didukung oleh beberapa negara baru di Asia. Demokrasi Konstitusional
ini diikuti oleh Pakistan, India, Indonesia dan Filipina meskipun terdapat
bermacam-macam bentuk pemerintahan dan gaya hidup dalam negara-negara itu
sedangkan Demokrasi Komunis diiikuti oleh Cina dan Korea Utara.
Istilah
Demokrasi ini didefinisiikan secara singkat sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Apabila pengertian dasar ini digunakan untuk
membandingkan dua kelompok aliran demokrasi diatas, maka terlihat adanya
penerapan demokrasi dalam dua kelompok aliran yang bertentangan. Terdapat
perbedaan fundamental antara demokrasi konstitusional dan demokrasi yang
terbatas kekuasaannya dalam suatu negara hukum yang tunduk pada Rule Of Law.
Sebaliknya, demokrasi yang mendasarkan pada komunisme mencita-citakan
pemerintah yang tidak terbatas kekuasaannya dan bersifat totaliter. Penerapan
Demokrasi dalam kelompok aliran Komunisme ini sesungguhnya bertentangan dengan
makna dasar Demokrasi itu sendiri.
Referensi:
· Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
· Tim Dosen UGM. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Paradigma
· http://fernandomicovetra.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar